Suara.com - Mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia pada Kamis (9/11/2023). Dia dilaporkan dua kelompok masyarakat Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara.
"Kita mau melaporkan Anwar Usman sebagai seorang penyelenggara negara, yang juga hakim konstitusi, mantan ketua MK," kata Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI Petrus Selestinus di Ombudsman.
Petrus menyebut laporan mereka layangkan karena Anwar Usman saat menjabat sebagai ketua MK, tidak membuat mekanisme banding dalam peraturan MK Nomor 1 Tahun 2003 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
"Kami menemukan dalam proses persidangan majelis Kehormatan MK kemarin, tidak adanya mekanisme untuk banding, dan tidak membentuk Majelis Kehormatan Banding untuk mengantisipasi kemungkinan putusan MKMK dibanding oleh pihak yang dirugikan," jelas Petrus.
Tidak adanya mekanisme banding, Petrus mengaku sebagai kelompok masyarakat mereka dirugikan. Sebab dalam dalam putusan MKMK, Anwar Usman hanya dicopot dari jabatan ketua, bukan diberhentikan sebagai hakim. Kemudian Perekat Nusantara dan TPDI juga tidak setuju Anwar Usman diberhentikan secara hormat, seharus menurut mereka dengan tidak hormat.
"Perekat Nusantara dan TPDI merasa dirugikan akibat putusan kemarin, karena tuntutan TPDI dan Perekat Nusantara adalah memberhentikan tidak dengan hormat Anwar Usman dari kedudukannya sebagai hakim konstitusi. Dan ketua Mahkamah Konstitusi karena pelanggarannya kategori berat dan itu dinyatakan terbukti oleh MKMK," tuturnya.
Karena tidak adanya mekanisme banding, mereka menilai hal itu adalah kelalaian dari Anwar Usman saat menjabat Ketua MK.
"Dia pada Februari 2023 bisa menyusun peraturan MK nomor 1 tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, mengapa dia tidak sekaligus menyusun peraturan tentang banding. Dan mengapa pada waktu pembentukkan Pak Jimly dan kawan-kawan sebagai hakim MKMK tidak sekaligus membentuk majelis untuk banding supaya antisipasi. Nah ini yang kami lapor ke Ombudsman RI," beber Petrus.
Kedua mereka juga mempertanyakan MK Nomor 1 Tahun 2003 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Baca Juga: Hakim Suhartoyo Terpilih Jadi Ketua MK Usai Bicara Empat Mata Dengan Saldi Isra
Menurut mereka aturan itu adalah peraturan perundang-undangan.
"Tetapi, kami tidak menemukan disitu pengundangannya, tidak diundangkannya melalui lembaran negara atau berita negara. Kalo dia tidak diundangkan, berarti peraturan itu hanya mengikat ke dalam tidak bisa mengikat keluar, termasuk masyrakat," jelasnya.
"Jadi kalau itu benar terbukti, itu proses kemarin percuma, karena landasan hukumnya tidak ada kalau peraturan itu tidak diundangkan. Nah itu yang kami mau laporkan ke Ombudsman," sambungnya.