Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, tak ikut menghadiri pertemuan sejumlah eks Hakim MK di Hotel Borobudur pada Selasa (7/11/2023) kemarin. Padahal, Mahfud merupakan mantan ketua MK periode 2008-2013.
Ditanya soal ini, Mahfud mengaku memang diundang untuk hadir dalam pertemuan itu. Namun, ia tak mau datang lantaran saat ini dirinya merupakan salah satu kandidat Calon Wakil Presiden (Cawapres).
"Soal pertemuan mantan hakim MK, saya sengaja tidak datang karena apa? Karena mau atau tidak mau, orang sudah tahu bahwa saya ini Cawapres," ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam yang dihadiri Suara.com dan wartawan lain, Rabu (8/11/2023).
Mahfud menuturkan, setelah menjadi cawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo dirinya tidak pantas untuk terlibat dalam pertemuan itu. Jika hadir, nantinya malah akan menimbulkan opini negatif dari publik.
Baca Juga: MKMK Tak Bisa Batalkan Gibran Jadi Cawapres, Boris Bokir: Dipaksa Menjalankan Aturan Bermasalah
"Nah kalau Cawapres, lalu menilai putusan MK yang terkait dengan Pemilu, rasanya kok kurang tepat," jelasnya.
Apalagi, pembahasannya adalah terkait dengan pencopotan Ketua MK Anwar Usman lantaran melakukan pelanggaran berat dalam memutus perkara konstitusi yang berkaitan dengan Pemilu. Untuk itu, Mahfud merasa tidak pantas lantaran merupakan salah satu peserta Pemilu.
"Sehingga saya waktu pertemuan mereka saya tidak datang, silakanlah bersikap sendiri dan semua sudah tahu apa yang harus disikapi dari putusan MKMK itu. Saya tidak ikut karena saya menjadi bagian dari putusan itu Pilpres 2024," pungkasnya.
Soal Putusan MKMK
Sebelumnya Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara soal keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang telah memutuskan memberhentikan Ketua MK, Anwar Usman dari jabatannya.
Baca Juga: Dari Jabatan Hanya Milik Allah, Jejak Kontroversi Anwar Usman yang Lengser dari Ketua MK
Mahfud mengakui banyak pihak yang kecewa atas keputusan tersebut. Dia menyebut sejumlah pihak menilai seharusnya Anwar dicopot dari posisinya sebagai Hakim MK lantaran terbukti melakukan pelanggaran berat dalam memutus perkara.
"Ada yang kecewa kenapa ketua MK hanya dicopot dari jabatannya, kok tidak dicopot permanen dengan tidak hormat, itu saya paham ada kekecewaan itu," ujar Mahfud di kantornya.
Meski demikian, secara pribadi Mahfud mengaku sepakat dengan keputusan MKMK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie. Sebab, jika langsung dicopot sebagai hakim MK, maka Anwar Usman bisa melakukan banding melalui pembentukan MKMK baru.
"Itu justru putusan yang tepat, karena kalau misalnya Ketua MK yang sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran berat itu dicopot dengan tidak hormat dari jabatan hakim, dia boleh mengusulkan pembentukan MKMK baru untuk banding," jelasnya.
"Dan itu berisiko, bisa dibatalkan keputusan MKMK itu," Mahfud menambahkan.