Suara.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) resmi memutuskan memberhentikan hakim sekaligus Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya pada Selasa (7/11/2023). Ia terbukti melangar kode etik dan perilaku hakim terkait putusan MK yang membuka jalan bagi kemenakannya yakni Gibran Rakabuming Raka melaju sebagai kandidat cawapres.
Mengutip laman resmi Mahkamah Konstitusi, berikut profil dan perjalanan karier dari seorang Anwar Usman:
Anwar Usman mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975. Pria kelahiran Nusa Tenggara Barat, 31 Desember 1956 itu terpilih menjadi hakim konstitusi ,menggantikan M Arsyad Sanusi yang mengundurkan diri pada Maret 2011.
“Saya sama sekali tak pernah membayangkan untuk mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Presiden. Saya juga tak pernah membayangkan bisa terpilih menjadi salah satu hakim konstitusi,” kata Anwar Usman usai dilantik sebagai Ketua MK.
Baca Juga: Pokok-pokok Kesimpulan Putusan MKMK Terkait Pencopotan Anwar Usman Dari Ketua MK
Anwar yang dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat, mengaku dirinya terbiasa hidup dalam kemandirian.
Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975.
Lulusan PGAN
Atas restu Ayahanda, Usman A. Rahim serta Ibunda Hj. St. Ramlah, Anwar Usman merantau lebih jauh lagi ke Jakarta dan langsung menjadi guru honorer pada SD Kalibaru.
Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1. Ia memilih Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984.
Baca Juga: Anwar Usman Tak Lagi Jadi Ketua MK, Kris Dayanti Gaungkan Tagar Paman Gibran Dipecat
Pecinta Teater
Selama menjadi mahasiswa, Anwar aktif dalam kegiatan teater di bawah asuhan Ismail Soebarjo. Selain sibuk dalam kegiatan perkuliahan dan mengajar, Anwar tercatat sebagai anggota Sanggar Aksara.
Dirinya pun sempat diajak untuk beradu akting dalam sebuah film yang dibintangi oleh Nungki Kusumastuti, Frans Tumbuan dan Rini S. Bono besutan sutradara ternama Ismail Soebarjo pada 1980.
“Saya hanya mendapat peran kecil, namun menjadi suatu kebanggaan bisa menjadi anak buah sutradara sehebat Bapak Ismail Soebarjo, apalagi film yang berjudul “Perempuan dalam Pasungan” menjadi Film Terbaik dan mendapat Piala Citra,” kenang pria yang meraih gelar Doktor pada Universitas Gadjah Mada.
Akan tetapi, keterlibatan Anwar dalam film yang meledak pada 1980 tersebut, menuai kritik dari orang tuanya.
“Ketika film itu meledak, sampailah film itu ke Bima. Kebetulan di film itu ada adegan saya jalan berdua seorang wanita di Pasar Cikini, orang-orang di kampung saya, heboh semua. Padahal di film itu saya hanya sebagai penggembira saja. Ketika Bapak saya tahu, saya dimarahi. Kata beliau, ‘Katanya ke Jakarta untuk kuliah, ini malah main film’,” kenangnya sambil tersenyum.
Anwar mengenang keterlibatannya dalam dunia teater sebagai salah satu pengalaman dia yang paling berkesan. Menurut pria yang ramah ini, dunia teater mengajarkannya banyak hal termasuk tentang filosofi kehidupan.
Dunia teater dan film, menurut mantan Hakim Yustisial Mahkamah Agung ini, pada intinya mengandung unsur edukasi yang mengajak pada kebajikan, termasuk bagaimana bersikap dan bertutur kata.
“Mengucapkan sumpah seorang diri di hadapan Presiden SBY, banyak teman yang khawatir. Tapi, Alhamdulillah, berkat pengalaman saya di bidang teater, saya bisa mengatasi kegugupan dan tidak demam panggung ketika harus mengucapkan lafal sumpah,” ujar mantan Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung periode 2006 – 2011 ini.
Sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, Anwar mencoba ikut tes menjadi calon hakim. Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi Calon Hakim Pengadilan negeri Bogor pada 1985.
Duduki Sejumlah Jabatan Penting
Anwar Usman menganggap prestasi tertingginya dalam dunia peradilan sebagai hakim konstitusi, jauh dari bayangannya selama ini. Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian. Namun, Anwar mengakui tidak asing dengan lembaga peradilan yang berdiri sejak 2003 ini.
Selain dari keilmuan yang didalami, ia pun sudah lama mengenal Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang sama-sama berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat.
Menurut Anwar, semenjak Mahkamah Konstitusi berdiri ia selalu mengikuti perkembangan lembaga yang dipimpin oleh Moh. Mahfud MD tersebut sehingga tidak sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan di MK.
Pernikahan 'Politis' Anwar Usman
Anwar menikah dengan Suhada, seorang bidan yang mengurus RS Wijaya Kusuma, Lumajang, dan RS Budhi Jaya Utama, Depok. Suhada meninggal dunia pada 26 Februari 2021 setelah menjalani perawatan di rumah sakit Serpong.
Setahun setelahnya, pada Mei 2022, Anwar Usman menikahi Idayati, adik dari Presiden Joko Widodo.
Anwar pertama kali bertemu dengan Idayati pada Oktober 2021 dan tidak menyangka jika Idayati merupakan kerabat dari Presiden Joko Widodo.
Publik menyebut, pernikahan tersebut politis. Namun, Anwar Usman membantahnya karena dirinya tidak berasal dari partai politik manapun.
Setelah menikahi adik Presiden Jokowi, khalayak ramai meminta Anwar Usman mundur dari jabatannya demi menghindari konflik kepentingan serta menjaga marwah MK.
Sebabnya, MK mengadili peraturan dan undang-undang yang dibuat pemerintah dan DPR.
Setahun berselang, kekhawatiran tersebut benar-benar terbukti. Di mana Anwar Usman memimpin dan memutuskan sidang putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres dalam UU Pemilu.
Pada putusannya, MK memperbolehkan mereka yang belum berusia 40 tahun asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau jabatan yang dipilih dalam Pemilihan Umum atau Pilkada (elected officials), untuk dicalonkan sebagai capres-cawapres.
Keputusan MK yang dipimpin Anwar Usman itu pada akhirnya membuka jalan bagi keponakannya, Gibran Rakabuming Raka melaju sebagai kandidat cawapres.