Suara.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bakal menyampaikan putusan dugaan pelanggaran kode etik jajaran Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada putusan batas usia capres-cawapres, Selasa (7/11/2023) sore nanti.
Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie menegaskan pihaknya hanya mengurusi soal kode etik hakim. Ia justru kebingungan ketika MKMK juga diminta untuk menentukan putusan MK.
"Kok kita disuruh menilai putusan MK, itu bagaimana?" kata Jimly dikutip Selasa (7/11/2023).
Jimly juga menegaskan pihaknya tidak bisa serampangan mengubah putusan MK melalui tangannya.
Baca Juga: Putusan MK Bikin Surya Paloh Prihatin, Gus Choi NasDem: Ternyata Mereka Jadi Alat Politik Keluarga
"Tapi kalau ngawur-ngawur, sekadar emosi, sekadar ini, kan nggak bisa. Harus dipertanggungjawabkan secara benar, secara hukum," tuturnya.
Setali dengan itu, Jimly juga merasa belum yakin kalau pihaknya bisa membatalkan putusan MK yang membuat putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bisa lolos menjadi cawapres.
Adapun MK memutuskan untuk mengabulkan sebagian pada permohonan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.
"Bukan soal bisa (atau tidak bisa). Saya harus diyakinkan dulu. Belum, belum yakin," ucapnya.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan memutuskan perkara dugaan pelanggaran hakim konstitusi yang menjadi buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sidang yang akan diputus oleh Jimly Asshidiqqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams itu akan digelar di ruang Sidang Pleno I Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023), pukul 16.00 WIB.
Jimly sebelumnya mengatakan pihaknya telah mengambil kesimpulan dari pemeriksaan 21 perkara dugaan pelanggaran etik dalam penyusunan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Semuanya sudah kami dengar. Akhirnya kami sudah rapat intern. Kami sudah buat kesimpulan," kaya Jimly, di Gedung MK, Jumat (3/11/2023).
"Tinggal dirumuskan menjadi putusan dengan pertimbangan yang mudah-mudahan bisa menjawab semua isu," lanjutnya.
MKMK diketahui telah menggelar rapat internal untuk merumuskan putusan yang akan dibacakan sore ini.
Menurutnya, putusan itu kemungkinan besar akan cukup tebal. Sebab, ada 21 laporan yang diproses MKMK dengan hakim konstitusi terlapor yang jumlah laporannya berbeda.
Berdasarkan 21 laporan yang masuk ke MKMK, Ketua MK Anwar Usman menjadi hakim terlapor dalam 15 perkara. Sebagian pemohon meminta Anwar diberi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Selain itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dilaporkan sebanyak empat kali karena menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Gegara Perkara Ini
Sekadar informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan sebagian gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Adapun mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.