Suara.com - Menko Polhukam sekaligus bakal cawapres, Mahfud MD meyakini akan kredibilitas yang dimiliki Ketua Majelis Kehormatan Majelis Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie jelang putusan soal pemeriksaan etik hakim konstitusi pada Selasa (7/11//2023) besok.
"Ya kita tunggu aja. Saya percaya pada kredibilitas pak Jimly," kata Mahfud ditemui di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Senin (6/11/2023).
Mahfud enggan berandai-andai dengan putusan MKMK. Ia memilih menunggu putusan yang bakal disampaikan MKMK pada Selasa esok.
"Apa pun putusannya nanti kita tunggu," tuturnya.
Baca Juga: TKN Resmi Terbentuk, Pesan Gibran: Pastikan Kapal Besar Ini Berlabuh di Dermaga Kemenangan
Lebih lanjut, Mahfud menegaskan, jika reaksi publik terhadap sidang MKMK tersebut juga dapat menentukan putusan.
"Dan tunggu juga reaksi publik akan menentukan juga," terangnya.
Untuk diketahui, Jimly Asshiddiqie mengatakan pihaknya telah mengambil kesimpulan dari pemeriksaan 21 perkara dugaan pelanggaran etik dalam penyusunan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Jimly menyatakan telah menggelar rapat internal bersama anggota MKMK lainnya, yaitu Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams.
"Semuanya sudah kami dengar. Akhirnya kami sudah rapat intern. Kami sudah buat kesimpulan," kaya Jimly, di Gedung MK, Jumat (3/11/2023).
"Tinggal dirumuskan menjadi putusan dengan pertimbangan yang mudah-mudahan bisa menjawab semua isu," lanjutnya.
Jimly memastikan, putusan MKMK bakal dibacakan pada Selasa (7/10/2023) pukul 16.00 WIB setelah sidang pleno MK.
Menurutnya, putusan itu kemungkinan besar akan cukup tebal. Sebab, ada 21 laporan yang diproses MKMK dengan hakim konstitusi terlapor yang jumlah laporannya berbeda.
Berdasarkan 21 laporan yang masuk ke MKMK, Anwar Usman menjadi hakim terlapor dalam 15 perkara.
Selain itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dilaporkan sebanyak empat kali karena menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Sekadar informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan sebagian gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.