Akui Putusan MK Bersifat Tetap-Mengikat, Denny Indrayana: Tetapi Harus Ada Pengecualian

Senin, 06 November 2023 | 10:07 WIB
Akui Putusan MK Bersifat Tetap-Mengikat, Denny Indrayana: Tetapi Harus Ada Pengecualian
Denny Indrayana. (Suara.com/Ria Rizki)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memang bersifat final dan mengikat. Namun demikian, harus ada pengecualian.

Menurut dia, pengecualian tersebut perlu diberlakukan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

"Untuk final and binding itu tetap harus ada pengecualian. Setiap prinsip hukum itu selalu ada pengecualian," kata Denny Indrayana dalam keterangannya, dikutip Senin (6/11/2023).

Untuk itu, dia meminta kepada Majelis Kehormatam Mahkamah Konstitusi (MKMK) agar tidak hanya menjatuhkan sanksi etik kepada Ketua MK Anwar Usman yang memiliki kekerabatan dengan Presiden Joko Widodo dan putranya, Gibran Rakabuming Raka, tetapi juga memberikan sanksi terhadap putusan 90/PUU-XXI/2023 agar tidak dijadikan dasar untuk pilpres.

Baca Juga: Bukan buat Anak Muda, Putusan MK soal usia Capres-Cawapres Dinilai Cuma jadi Basis Nepotisme Penguasa

"Kalau sanksi etiknya jatuh kepada Anwar Usman, putusannya tetap dinikmati oleh pelaku yang terorganisir dan terencana ini," ujar Denny.

Tidak hanya melaporkan Anwar Usman kepada MKMK, Denny juga mengajukan uji formil atas putusan MK tersebut bersama pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.

Denny Indrayana mengatakan, permohonan uji formil diajukan pada Jumat (3/11/2023). Adapun putusan dimohonkan uji formil yakni Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Saya mengambil langkah untuk mengajukan uji formil terhadap putusan (nomor) 90," ujar Denny dalam siaran YouTube MNC Trijaya dikutip Suara.com, Sabtu (4/11/2023).

Denny berharap uji formil itu bisa membatalkan putusan MK terkait batas syarat capres-cawapres.

Baca Juga: 3 Komentar Kontroversial Anwar Usman, Sekelas Ketua MK Nyeletuk Begini

"Kami minta lewat uji formil itu, putusan (nomor) 90 itu dibatalkan," kata Denny.

Sebelumnya, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.

"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).

Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.

Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.

Adapun mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.

Sebab, dia menilai pada masa pemerintahannya, Gibran mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.

Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI