Suara.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyebut dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi tidak sulit dibuktikan. Ketua MK Anwar Usman yang juga merupakan ipar Presiden Jokowi paling banyak dilaporkan dalam kasus ini.
"Semua bukti-bukti sudah lengkap, baik keterangan ahli, saksi," kata Jimly di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).
"Kalau ahli, pelapornya ahli semua. Lagipula kasus ini tidak sulit membuktikannya," lanjut dua.
Hari ini, Jumat (3/11/2023), merupakan hari terakhir pemeriksaan MKMK terhadap dugaan pelanggaran hakim.
Ketua MK Anwar Usman yang menjadi hakim paling banyak dilaporkan dijadwalkan akan diperiksa untuk kali kedua pada hari ini.
Baca Juga: Kenapa Tak Ada Lembaga Pengawas MK? Begini Penjelasan Mantan Ketua MKMK
Jimly juga memberi indikasi bahwa Anwar menjadi pusaran kasus etik ini, walaupun dari 21 laporan yang masuk, sebagian juga melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim lainnya dengan jumlah tak sebanyak Anwar.
"Independensi para hakim yang bersembilan itu bisa kami nilai satu per satu. Cuma yang paling banyak masalah ya itu yang paling banyak dilaporkan," ucap Jimly.
Berdasarkan laporan yang masuk ke MKMK, Anwar Usman menjadi hakim terlapor dalam 15 perkara.
Selain itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dilaporkan sebanyak empat kali karena menyampaikan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Putusan Tanggal 7 November
Baca Juga: 5 Kejanggalan Gugatan Batas Usia Capres, Tak Ditandatangani Almas Tsaqibbiru?
MKMK memastikan akan membacakan putusan mereka tanggal 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Sekadar informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan sebagian gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Adapun mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.
Sebab, dia menilai pada masa pemerintahannya, Gibran mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara.