Namun terkait dengan adanya laporan pelanggaran kode etik ke MKMK, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi.
Kata dia, MKMK memang hanya memeriksa dan memutus terkait dengan pelanggaran kode etik. Dan perlu diketahui, bahwa tupoksi MKMK adalah menjaga keluhuran dan martabat hakim MK, oleh karena itu jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik.
![Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota MKMK Bintan R. Saragih (kanan) dan Wahiduddin Adams saat memimpin sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/10/31/37538-mkmk-majelis-kehormatan-mahkamah-konstitusi.jpg)
"Atas putusan yang telah diambil, maka ada beberapa kemungkinan, pertama tetap berlaku sesuai dengan hukum tata negara positif (yang sedang berlaku), kedua perlu diingat bahwa di atas hukum sebenarnya ada moralitas, maka hukum yang baik tentunya harus memperhatikan aspek moralitas," ujar Fauzan dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Kamis (2/11/2023).
"Jika ini yang menjadi pertimbangan, bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif, dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat. Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," sambung dia.
Karena itulah, kata Fauzan, perlu ada kajian kembali mengenai keputusan MK yang final dan mengikat.
"Ke depan menurut saya jika ternyata putusan MK dijatuhkan oleh hakim yang terbukti melanggar kode etik, maka kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat dibatalkan," kata Fauzan.
Kemudian untuk pembatalan putusan MK itu, menurut Fauzan ada dua cara. Pertama, oleh MK sendiri atas perintah MKMK. Kedua, oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik.