PBHI Soroti Tak Ada Tanda Tangan Pemohon dalam Gugatan Perkara Batas Usia Minimal Capres-Cawapres

Kamis, 02 November 2023 | 11:42 WIB
PBHI Soroti Tak Ada Tanda Tangan Pemohon dalam Gugatan Perkara Batas Usia Minimal Capres-Cawapres
Suasana jalannya sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyoroti dokumen permohonan judicial review milik Almas Tsaqibbiru yang memperkarakan syarat batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua PBHI Julius Ibrani selaku pelapor mengungkapkan, dokumen permohonan perbaikan milik Almas yang diserahkan ke MK tidak ditandatangani oleh Almas dan kuasa hukumnya.

Hal ini dia sampaikan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi yang digelar Majelis Kehormatan MK (MKMK).

"Terkait dengan dokumen, kami mendapatkan dokumen langsung dari situs MK bahwa kami melihat, permohonan perbaikan yang diserahkan oleh pemohon juga tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon itu sendiri," kata Julius dalam sidang yang dihadiri secara daring, Kamis (2/11/2024).

Pegiat Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA), Julius Ibrani.
Pegiat Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA), Julius Ibrani.

Menurut Julius, MK adalah panutan pemeriksaan persiapan yang tertib dan disiplin dalam segala macam konteks, termasuk dalam hal proses administrasi.

Namun, PBHI justru mendapati adanya dokumen yang dipublikasi resmi tapi tidak pernah ditandatangani oleh penggugat.

"Kami mendapati, mendapatkan satu catatan dokumen ini tidak pernah ditandatangani dan ini yang dipublikasikan secara resmi oleh MK melalui situsnya," ujar Julius.

Untuk itu, PBHI meminta untuk MKMK memeriksa laporan pihak. Sebab, dikhawatirkan dokumen tersebut seharusnya dianggap tak pernah menjadi bagian dokumen perbaikan yang resmi.

"Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali, maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," tandas Julius.

Baca Juga: Ketua MKMK Buka Kemungkinan Anulir Putusan yang Muluskan Jadi Cawapres, PDIP Usulkan Hak Angket

Sekadar informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan sebagian gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI