PBHI Jadikan Buku Karya Jimly Asshiddiqie Sebagai Bukti Tambahan Di Sidang MKMK

Kamis, 02 November 2023 | 10:17 WIB
PBHI Jadikan Buku Karya Jimly Asshiddiqie Sebagai Bukti Tambahan Di Sidang MKMK
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (kiri) bersama anggota MKMK Bintan R. Saragih (kanan) saat memimpin sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menjadikan buku karya Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie sebagai bukti tambahan di sidang MKMK.

Hal itu dia sampaikan dalam sidang pendahuluan MKMK terkait laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.

"Sebagai bukti tambahan, kami merujuk juga pada buku yang ditulis oleh yang mulia Ketua MKMK hari ini Prof Jimly Asshiddiqie dengan merujuk pada buku berjudul Oligarki dan Totalitarianisme Baru yang diterbitkan oleh LP3ES," kata Julius dalam sidang yang dia hadiri secara daring, Kamis (2/11/2023).

Menurut dia, bukti tambahan tersebut menjadi penting karena karya Jimly tersebut menjelaskan soal konflik kepentingan. Hal tersebut dianggap relevan dengan laporan PBHI.

"Dalam buku ini, disampaikan terkait bagaimana konflik kepentingan, bagaimana kenegarawanan, dan juga bagaimana mempengaruhi tugas dan tanggung jawab pejabat negara, termasuk dalam konteks kekuasaan politik pemerintahan baik itu eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif," tutur Julius di hadapan sidang yang dipimpin oleh Jimly.

Sebagai informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan sebagian gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.

Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.

"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).

Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.

Baca Juga: Linangan Air Mata Dan Cerita Sedih Di Sidang MKMK, Jimly Sebut Masuk Akal Putusan MK Dibatalkan

Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI