Suara.com - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menanggapi aduan masyarakat yang menyebutnya rangkap jabatan. Di mana saat ini, dirinya masih menjadi anggota DPD RI dari DKI Jakarta.
Menurut Jimly Asshiddiqie, aduan tersebut hanya disampaikan oleh orang yang ingin mencari masalah. Sebab, dia menilai posisinya sebagai Ketua MKMK bukan pejabat negara.
“Iya, saya dipersoalkan. Ini (MKMK) kan bukan pejabat negara, yang dilarang itu jadi pejabat negara. Ini kan cuma satu bulan. Jadi, satu bulan pun bisa kami laksanakan dua minggu,” kata Jimly di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
“Habis itu, ya sudah selesai, ini kan ad hoc. Jadi, enggak ada masalah, cuma orang cari-cari masalah saja,” tambah dia.
Sebelumnya, DPD RI menerima aduan terkait dugaan rangkap jabatan. Untuk itu, DPD membahas pengaduan tersebut melalui Rapat Pimpinan DPD RI yang dihadiri oleh Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Sultan Bachtiar Najamudin.
Sultan Bachtiar menjelaskan pimpinan DPD RI telah meneruskan persoalan tersebut ke Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk ditindaklanjuti.
"Saat ini beliau masih sebagai anggota DPD RI, namun menerima tugas sebagai Ketua MKMK," kata Sultan dalam keterangannya, Senin (30/10/2023).
Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman resmi melantik MKMK yang terdiri dari Jimly Asshiddiqie, Bintan Siregar, dan Wahiduddin Adams.
"Saya, Ketua Mahkamah Konstitusi dengan resmi melantik Saudara sebagai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2023).
Baca Juga: Ketua MKMK Buka Kemungkinan Anulir Putusan yang Muluskan Jadi Cawapres, PDIP Usulkan Hak Angket
Mereka akan bekerja selama satu bulan hingga 24 November 2023 untuk memeriksa dan mengadili sembilan Hakim Konstitusi yang menjadi terlapor dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim.