Suara.com - Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak tanpa pesangon yang menimpa 12 jurnalis Akurat.co memasuki babak baru. Kini kasus yang didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Yogyakarta dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta itu berlanjut ke persidangan.
Dari total 12 jurnalis yang terkena PHK tanpa pesangon, hanya sebanyak tujuh jurnalis yang mengajukan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta.
Sidang perdana kasus perdata ini digelar hari ini, Rabu, 1 November 2023 pagi. Namun, pihak tergugat maupun kuasa hukum tergugat tidak menghadiri sidang tersebut.
"Saya sayangkan, pihak tergugat maupun kuasa hukum tergugat tidak menghadiri sidang pertama. Nanti akan ada pemanggilan kedua," kata salah satu kuasa hukum penggugat dari LBH Pers Yogyakarta, Victor Mahrizal dalam keterangannya, Rabu (1/11/2023).
Sebelum masuk persidangan, perselisihan hubungan industrial ini sudah melewati mediasi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Yogyakarta.
Dari mediasi tersebut, Disnakertrans mengeluarkan Surat Risalah Penyelesaian Hubungan Industrial tertanggal 13 April 2023 dan Surat Anjuran tertanggal 09 Mei 2023 yang isinya menetapkan perusahaan wajib membayarkan pesangon kepada jurnalis yang terkena PHK sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Tetapi deadlock, belum ada iktikad baik dari PT Akurat Sentra Media. Nah, hari ini kami mantapkan gugatan ke PHI Yogyakarta. Kami memperjuangkan hak para eks jurnalis Akurat," ungkap Victor.
Kronologi Akurat.co PHK Sepihak
Kasus PHK sepihak berawal pada 20 Desember 2022. Manajemen Akurat memberikan target produksi 200 berita per hari untuk tim Akurat Jogja yang terdiri dari 8 penulis dan 4 asisten redaktur.
Baca Juga: Sementara Disedot, Pemkot Yogyakarta Bakal Selidiki Saluran Limbah yang Meluap di Kawasan Tugu
Seluruh karyawan berstatus sebagai karyawan kontrak (PWKT), hanya kepala biro yang karyawan tetap (PKWTT).
Dengan jumlah target berita yang dinilai tidak masuk akal itu, tim Akurat Jogja melakukan negosiasi. Namun bukannya mendapatkan penurunan target, justru dilakukan pemecatan per 3 Januari 2023.
Eks jurnalis Akurat, Dian Dwi Anisa mengatakan kabar pemecatan disampaikan oleh Kabiro Jogja. Baru pada 11 Januari 2023, pihak Akurat Jakarta menyampaikan pemecatan secara daring melalui Zoom tanpa memberikan surat PHK.
"Kontribusi 4,5 tahun ditawari pesangon hanya 1 x gaji dengan pertimbangan ‘sesuai kemampuan perusahaan’. Tentu saja kami menolak," katanya.
Selain tidak mendapat pesangon, Dian juga mengaku Tunjangan Hari Raya Keagamaan pada 2020 baru dibayarkan setengah upah kepada delapan pekerja. Sampai saat ini sisa upah tersebut belum juga dibayarkan.
Lebih lanjut, kata Dian, terdapat satu poin dalam surat kontrak kerja yang merugikan karyawan, yakni Pasal 12 Ayat 7, yang intinya memuat bahwa karyawan tidak berhak mengajukan tuntutan, klaim, gugatan atau permintaan ganti rugi/kompensasi dalam bentuk apapun kepada perusahaan.
"Setelah kami konsultasikan ke Disnaker, poin itu batal demi hukum," imbuhnya.
Preseden Buruk Dunia Pers Indonesia
Koordinator Divisi Advokasi, Gender dan Kelompok Minoritas AJI Yogyakarta, Nur Hidayah Perwitasari menyebut kasus PHK sepihak Akurat ini merupakan preseden buruk bagi dunia pers di Indonesia.
PHK memang bisa saja dilakukan oleh perusahaan, namun prosesnya harus tetap sesuai dengan aturan yang berlaku.
"LBH Pers Yogyakarta bersama AJI Yogyakarta memperjuangkan hak para jurnalis. Hak-hak pekerja harus diberikan. Para pekerja media ini menjadi korban media yang tidak profesional," ujarnya.
Wanita yang kerap disapa Wita itu mengingatkan agar perusahaan media menaati hukum dan segera membayarkan pesangon serta sisa Tunjangan Hari Raya yang belum dibayarkan.
"Kami mendesak agar ada sanksi berat bagi perusahaan media yang melakukan pelanggaran ketenagakerjaan dan tidak taat hukum. Mulai dari teguran, pencabutan izin hingga sanksi penutupan perusahaan," tegasnya.