Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Satgas TPPU telah menemukan adanya tindak pidana awal di kasus dugaan TPPU impor-ekspor emas senilai Rp 189 triliun.
"Penyidik Dirjen Bea Cukai meyakini telah memperoleh bukti permulaan terjadinya tindak pidana kepabeanan," kata Mahfud dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (1/11/2023).
Atas hal itu, Ketua Komite Satgas TPPU itu menyampaikan penyidik Bea Cukai telah menerbitkan surat perintah penyidikan atau sprindik.
Dalam kasus ini, penyidik Dirjen Bea Cukai juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca Juga: Ganjar-Mahfud Masih Kendor di Jabar-Banten-DKI, PDIP Mau Ketok-ketok Rumah Warga
"Penyidik telah menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor 7 tanggal 19 Oktober Tahun 2023 terkait pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang TPPU serta menyerahkan surat pemberitahuan untuk dimulainya penyidikan kepada bidang pidana khusus Kejagung," ungkap Mahfud.
Mahfud menerangkan kasus dugaan TPPU ekspor-impor emas Rp 189 triliun ini terjadi dalam rentang tahun 2017-2019. Dalam kasus ini, setidaknya ada tiga perusahaan yang terlibat dengan pelaku berinisial SB.
"SB Ini inisial orang yang bekerja sama denga perusahaan di luar negeri," tutur Mahfud.
SB, kata Mahfud, diduga telah melakukan pemalsuan data sehingga pajak penghasilan (PPH) negara hilang karena perbuataannya melakukan tindak pidana dugaan TPPU ekspor-impor emas senilai Rp 189 triliun.
"Ditemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang hilangnya pungutan PPH sesuai Pasal 22 atas emas batangan ekspor-impor seberat 3,5 ton," jelas Mahfud.
Skala Prioritas
Untuk diketahui, kasus dugaan TPPU emas batangan ilegal ini termasuk dalam 10 skala prioritas dari Satgas TPPU.
Kasus ini merupakan bagian dari dugaan TPPU senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang berasal dari Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Traksaksi Keuangan (PPATK) 2009-2023.
Keseluruhan LHA mencapai 300 surat dengan total nilai transaksi agregat senilai Rp 349 triliun.