Suara.com - Sebanyak 47 masjid dan 3 gereja dilaporkan hancur di jalur Gaza selama gempuran tentara Israel sejak 7 Oktober 2023 silam. Hal itu diungkapkan kantor media pemerintah setempat pada Minggu (29/10/2023).
"Penyerbuan Israel di Jalur Gaza menyebabkan 47 masjid hancur dan tiga gereja. Kemudian, 203 sekolah serta 80 gedung pemerintah rusak," kata Direktur Salama Maarouf saat konferensi pers.
Menurut Salama, hingga kini personel medis yang tewas mencapai sebanyak 116 jiwa, bersama 18 anggota tim penyelamat dan kru pertahanan sipil serta 35 jurnalis.
Kantor Berita WAFA melaporkan bahwa pada Kamis (26/10/2023), serangan udara Israel menyasar Masjid Al Abyad di Jalur Gaza utara dan dikhawatirkan menelan banyak korban jiwa dalam insiden tersebut.
Baca Juga: Korban Serangan Israel Terus Bertambah, Jenazah Tergeletak hingga Area Luar RS Indonesia di Gaza
Sementara itu, menurut kantor berita Anadolu, Ketua Komite Tinggi Urusan Gereja-Gereja di Palestina, Ramzi Khoury mengatakan, Israel juga telah membom sebuah gereja ortodoks Yunani di Gaza.
Melalui situs resminya, Khoury mengutuk serangan Israel terhadap gereja ortodoks Yunani Saint Porphyrius di Gaza, di mana sekitar 500 Muslim dan Kristen Palestina sedang berlindung.
Ribuan Nyawa Melayang
Israel membombardir Gaza sejak 7 Oktober 2023, ketika kelompok Hamas Palestina melancarkan serangan lintas batas yang menewaskan 1.400 orang hingga menyandera sekitar 200 orang.
Menurut Kementerian Kesehatan setempat, jumlah warga Palestina yang tewas dalam serangan Israel di Gaza meningkat menjadi 8.005 orang, termasuk 3.342 anak-anak, 2.062 perempuan dan 460 lansia.
Majelis Umum PBB pada Jumat (27/10/2023) menyetujui draf resolusi yang menyerukan "gencatan senjata kemanusiaan yang berlangsung lama dan berkelanjutan" segera di Gaza.
Draf resolusi tersebut memperoleh dukungan 120 suara, termasuk dari Indonesia, sementara Lithuania termasuk dari 45 negara yang menyatakan abstain, dan 14 negara menolak.
Resolusi itu mengecam "segala aksi kekerasan terhadap warga sipil Palestina dan Israel, termasuk semua aksi teror dan serangan tanpa pandang bulu, serta semua tindakan provokasi, penghasutan dan penghancuran."
Resolusi itu juga meminta agar "seluruh pihak segera dan sepenuhnya mematuhi kewajiban mereka di bahwa hukum internasional." Seruan “pembebasan segera dan tanpa syarat terhadap semua warga sipil yang disandera secara ilegal” juga tercantum dalam resolusi tersebut.
Resolusi PBB itu juga menggarisbawahi pentingnya “mencegah destabilisasi dan eskalasi kekerasan lebih lanjut di kawasan.”
Indonesia Serukan Penghentian Serangan Israel
Terpisah, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mendiskusikan memburuknya situasi di Gaza sebagai akibat dari konflik terbaru Israel-Palestina, dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Lithuania Gabrielius Landsbergis di Jakarta, Senin (30/10/2023).
Dalam pertemuan itu, Retno mengajak Lithuania bergabung untuk menyerukan penghentian segera serangan “tanpa pandang bulu” terhadap warga sipil dan untuk memastikan bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan, aman, dan tanpa hambatan.
“Dalam tiga minggu, lebih dari 7.000 orang terbunuh di Gaza, 68 persen adalah perempuan dan anak-anak. Apakah jumlah ini tidak cukup untuk menghentikan pembunuhan, dan memulai gencatan senjata kemanusiaan yang segera, tahan lama, dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan,” kata Retno.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa seluruh negara di dunia harus membela keadilan dan kemanusiaan.
“Untuk itu, pendudukan ilegal Israel di tanah Palestina harus diakhiri berdasarkan parameter yang disepakati secara internasional,” tutur Retno.
Ajakan tersebut ditanggapi Menlu Landsbergis dengan mengatakan bahwa Lithuania dan Indonesia adalah negara yang berpegang pada tatanan internasional berbasis aturan untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan.
Dia pun memaparkan bahwa saat ini tatanan internasional tengah menghadapi tantangan dengan perang Rusia di Ukraina serta pertempuran terbaru di Timur Tengah—yang jika dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan krisis lain di masa depan.
“Setiap gangguan terhadap tatanan internasional menimbulkan kerugian dan berdampak pada kita semua,” kata Landsbergis. (Antara)