Suara.com - Eks juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman resmi bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Salemba, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023). Munarman ke luar dari area lapas sembari memperlihatkan dukungannya terhadap Palestina.
Dari foto jurnalis Suara.com, Munarman tampak mengenakan topi dan syal Palestina. Atribut itu digunakan Munarman yang memilih mengenakan kemeja putih lengan pendek serta celana jeans.
Munarman mengatakan apa yang dialaminya 2,5 tahun lalu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan masyarakat Palestina atas serangan yang terus dilakukan militer Israel.
“Apa yang saya alami 2,5 tahun lalu tidak ada apa-apanya, kezaliman yang saya alami dibandingkan dengan saudara kita di Palestina,” kata Munarman di depan Lapas Salemba, Senin.
Baca Juga: Pengacara: Rizieq Shihab Akan Jemput Munarman Bebas Dari Penjara
Bebasnya Munarman langsung disambut oleh simpatisan Front Persaudaraan Islam (FPI) yang sudah menantinya di depan gerbang Lapas Kelas II Salemba.
Sebelum Munarman bebas, simpatisan sesekali melantunkan salawat di depan pagar. Bukan hanya bapak-bapak, ibu-ibu juga tampak bergabung untuk menyambut bebasnya Munarman.
Bebasnya Munarman pertama kali disampaikan oleh pengacaranya, Aziz Yanuar.
"Insyaallah, Senin,14 rabbiul akhir 1445 H/ 30 Oktober 2023. Di Lapas Salemba Jakarta, kita akan menyambut kebebasan H Munarman," ujar Aziz kepada Suara.com, Minggu (29/10/2023).
Aziz mengklaim kliennya dinyatakan bebas murni dari masa penahanan.
Baca Juga: Indonesia Turun Tangan, PMI Kirim Alat Medis Ke Jalur Gaza
"Bebas murni dari kriminalisasi melalui instrumen penegakan hukum terorisme," katanya.
Sebelumnya, Munarman dijatuhi hukuman 3 tahun penjara usai terlibat dalam kasis terorisme. Munarman dinilai kooperatif dan mengikuti semua kegiatan pembinaan di lapas.
Bahkan, Munarman sebelumnya telah mengucapkan ikrar setia kepada NKRI pada Selasa 8 Agustus 2023 lalu.
Saat itu Munarman menyatakan, proses pembinaan narapidana terorisme atau program deradikalisasi di Lapas Salemba tidak semata-mata menjadikan narapidana sebagai objek pembinaan, tetapi juga sebagai subjek.