Balada Ibu-ibu yang Tinggal di Gang Dekat Istana: Pengap, Berbagi WC hingga Tak Tersinari Matahari

Jum'at, 27 Oktober 2023 | 21:16 WIB
Balada Ibu-ibu yang Tinggal di Gang Dekat Istana: Pengap, Berbagi WC hingga Tak Tersinari Matahari
Balada Ibu-ibu yang Tinggal di Gang Dekat Istana: Pengap, Berbagi WC hingga Tak Tersinari Matahari. (Suara.com/Faqih)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hingar bingar Ibu Kota Jakarta seakan tak ada habisnya. Gemerlap cahaya lampu gedung saat malam, seakan membuat Jakarta tidak pernah tidur.

Kemewahan yang ditawarkan oleh Jakarta, membuat warga desa tergiur sehingga berbondong-bondong datang untuk mengadu nasib.

Salah satunya Ani, wanita 61 tahun ini mengaku datang ke Jakarta untuk mengadu nasib. Meski tidak semulus prediksi, ia mampu bertahan di wilayah Tambora, Jakarta Barat, selama 40 tahun.

Saat dijumpai jurnalis Suara.com, Ani sedang sibuk melayani pembeli. Ani kini berprofesi sebagai penjual es dan kopi di pinggir jalan, tepat seberang gang rumahnya.

Baca Juga: Inflasi Terkendali dan Ekonomi Jakarta Terus Tumbuh, Pengamat: Koordinasi Jadi Kunci

Hal itu berbeda saat dulu Ani datang ke Jakarta, saat mulai mengadu nasib di ibu kota, Ani bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART).

Pekerjaan itu sempat dilakoni Ani selama belasan tahun. 

"Saya jadi pembantu (ART) ada kali 12 tahunan di Petojo. Pokoknya muter-muter,” kata Ani, saat ditemui Suara.com di kediamannya, RT 2/3, Duri Selatan, Tambora, Jakarta Barat, Jumat (27/10/2023).

Usai melayani pembeli, Ani mulai menunjukkan rumahnya. Terlihat dari luar, gang senggol dekat rumah Ani tidak bisa tertembus matahari.

Ani, warga yang puluhan tahun tinggal di dalam gang sempit di kawasan Tambora, Jakarta Barat. (Suara.com/Faqih)
Ani, warga yang puluhan tahun tinggal di dalam gang sempit di kawasan Tambora, Jakarta Barat. (Suara.com/Faqih)

Gang yang hanya seluas satu meter dan menjadi jalan menuju rumah Ani terasa lembab karena tertutup bangunan rumah warga lainnya.

Baca Juga: Warga Eks Kampung Bayam Korban Gusuran JIS Direlokasi ke Rusun Nagrak, Heru Budi: Katanya Betah

Saking tak mendapat sinar matahari, Ani pun hanya mengandalkan angin untuk bisa mengeringkan pakaian yang dijemurnya. 

“Memang di sini gak tembus matahari. Kalau saya nge-jemur, bisa kering karena terkena angin-angin aja," bebernya. 

Pantauan Suara.com, Ani hanya tinggal di sebuah rumah berukuran petak. Terdapat sebuah televisi yang menggantung di tembok rumah tersebut.

Di sampingnya TV led tersebut, terdapat sebuah kulkas berukuran dua pintu berkelir biru.

Kondisi rumah warga di kampung padat penduduk di Tambora, Jakarta Barat. (Suara.com/Faqih)
Kondisi rumah warga di kampung padat penduduk di Tambora, Jakarta Barat. (Suara.com/Faqih)

Sementara, menempel pada pintu masuk ada sebuah tangga yang terbuat dari kayu, untuk akses menuju lantai 2.

"Tinggal di sini luasannya cuma satu kamar. Luasan cuma 3x3 meter, jadi 9 meter persegi. Di atas cuma pakai papan,” tutur Ani.

Rumah Ani mirip klaster mini yang dihuni oleh 6 keluarga, meski jumlah rumah di sana hanya ada 4 unit.

Untuk urusan mandi, cuci, kakus (MCK), Ani harus berbagi dengan para tetangga.

Lantaran luasan bangunan yang hanya berukuran 9 meter per segi, merupakan hal yang mustahil baginya untuk memiliki kamar mandi.

"Kalau di sini ada kamar mandi umum. Septic tank-nya ada di tengah (klaster) tadi,” jelasnya.

Rumah yang ditempati Ani jauh dari kata layak huni.

Selain tidak dilengkapi kamar mandi, rumah Ani juga tidak memiliki jendela. Hanya ada sebuah lubang ventilasi berukuran 30x30 cm, yang berada di samping pintu rumahnya.

Kondisi rumah warga di kampung padat penduduk di Tambora, Jakarta Barat. (Suara.com/Faqih)
Kondisi rumah warga di kampung padat penduduk di Tambora, Jakarta Barat. (Suara.com/Faqih)

Satu-satunya agar rumah Ani bisa mendapatkan sirkulasi udara yakni dengan membuka pintu rumahnya yang terbuat dari triplek.

“Di dalam tuh pengap, panasnya gak kira-kira. Pengap pasti, apalagi sekarang panasnya gak kira-kira,” katanya.

Tak Jauh dari Istana

Kondisi Ani, hanya sejengkal dari Istana Merdeka di kawasan Jakarta Pusat. Jika melihat dari aplikasi Google Map, hanya sekitar 3,6 kilometer mengikuti jalan. Namun jika ditarik lurus, jarak tersebut hanya sekitar 3 kilometer.

Tak hanya masalah sirkulasi udara, permasalahan lain tinggal di rumah padat penduduk juga masih banyak ditemui.

Seperti banjir yang kerap dialami Ani selama ini.

“Kalau hujannya deras, selama dua jam di sini banjir. Paling tinggi 50 sentimeter, sampai masuk ke dalam rumah,” ungkapnya.

Jika banjir terjadi, maka septic tank komunal milik warga di sana ikut penuh. Namun jika cuaca sedang kemarau seperti ini, septic tank komunal aman terkendali.

"Kalau hujan cepet penuh. Kalau gak hujan ya enggak," ucapnya.

Demi bisa bertahan hidup, Ani membantu suaminya yang hanya bekerja sebagai tukang becak. Ani berjualan kopi dan es di seberang rumahnya. 

Dalam sehari, ia hanya bisa mendapatkan penghasilan Rp100 ribu.

"Kalau suami narik becak. Abis (setelah) Covid, warteg dan konveksi pada bangkrut, pada sepi. Jadi bapak udah seminggu gak narik, sehari paling dapat Rp25 - 50ribu,” jelasnya.

Ani sendiri berharap, sebagai rakyat yang tinggal di batas garis kemiskinan, bisa mendapat fasilitas kesehatan yang baik oleh pemerintah. 

"Kemudian, pendidikan untuk anak. Minta tolong diperhatikan, apalagi orang-orang gak mampu,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI