Suara.com - Rumah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjadi sasaran penggeledahan penyidik Polda Metro Jaya pada Kamis (26/10/2023). Rumah pribadi Firli yang digeledah polisi berada di Villa Galaxy, Jaka Setia, Bekasi Selatan, Bekasi, Jawa Barat dan Jalan Kartanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Penggeledahan tersebut diduga berkaitan dengan penyidikan kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang diduga dilakukan pimpinan KPK.
Di tengah soal penggeledahan tersebut, Firli justru menyinggung soal tudingan adanya serangan balik dari koruptor. Curhatan itu disampaikan Firli lewat akun X (Twitter) miliknya, @firlibahuri.
Lewat cuitan itu, Firli awalnya curhat saat dirinya diperiksa oleh Polda Metro Jaya di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (26/10/2023) lalu. Selama diperiksa, Firli memberikan testimoni perlakuan penyidik kepadanya.
"Saya hadir lebih awal di Mabes Polri dan pemeriksaan oleh para penyidik Polda tersebut dilakukan dengan sangat profesional, tidak ada perlakukan khusus maupun pengistimewaan. Untuk itu saya sangat menaruh respect atas kerja penyidik. Mereka para penyidik hebat yang dimiliki Polri. Selama pemeriksaan saya juga diberi kesempatan beribadah dan menjadi imam solat," tulis Firli dikutip Suara.com, Kamis.
Kemudian Firli juga menyebut kehadirannya untuk diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya di Mabes Polri akan menjadi sejarah.
"Sejarah akan mencatat untuk pertama kali purnawirawan Polri dan sebagai pimpinan KPK, pulang kerumah besar untuk kerjasama demi Indonesia bebas korupsi. Tanpa drama, kecuali sempat ada penyesuaian proses & prosedur, dan hari ini saya hadir penuhi," tulisnya.
"Pada kesempatan ini saya ingin juga ingin kembali menyampaikan bahwa untuk membersihkan negeri ini dari praktik korupsi diperlukan sinergi& orkestrasi pemberantasan korupsi. Semua pihak dalam kamar kekuasaan baik legislatif, eksekutif dan yudikatif , APH, Penyelenggara Negara, Aparat Keamanan dan Parpol serta semua Kementerian/Lembaga wajib melibatkan diri untuk membersihkan dan tidak melakukan korupsi," sambungnya.
Lebih lanjut dia menyinggung masih adanya lembaga yang premisif dengan korupsi. Menurutnya, seolah membenarkan perbuatan korupsi.
"Ada pula yang melakukan perlawanan ketika pimpinan lembaganya ataupun seorang oknum penyelenggara negara tersangkut korupsi. Ini yang kita kenal dengan When the corruptors strike Back. Para pelaku melakukan serangan balik dengan segala cara, perlawanan verbal dan non verbal, bahkan dengan cara kasar bertujuan mengintimidasi, berlindung dalam simbol-simbol dan atribut kekuasaannya," ujarnya.
"Lebih aneh lagi when the corruptors strike back dilakukan terhadap KPK. Mereka sangat leluasa dan bebas. Di situlah tantangan pemberantasan korupsi sehingga butuh sinergi&orkestrasi," sambungnya.