Suara.com - Polri menolak membuka informasi terkait kontrak pembelian gas air mata yang diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Trend Asia dan KontraS.
Alasannya, informasi tersebut diklaim sebagai informasi yang dikecualikan berdasarkan Surat Ketetapan Klasifikasi Informasi Nomor: PEN-50/XII/2011/Humas tertanggal 19 Desember 2011 tentang Pelaksanaan Uji Konsekuensi terhadap Data dan Informasi yang Dikecualikan dari Sarpras dan Korlantas Polri.
Terkait itu, Peneliti ICW Nisa Rizkiah menilai penolakan Polri membuka data informasi terkait kontrak pembelian gas air mata melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Argumentasi Polri menolak membuka informasi tersebut juga dianggap bertentangan dengan Peraturan Komisi Informasi Pusat (KIP).
"Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Pada Pasal 15 ayat (9) menyatakan bahwa informasi mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan informasi yang wajib disediakan oleh Badan Publik secara berkala," kata Nisa kepada wartawan, Kamis (19/10/2023).
Baca Juga: Usut Kasus Dugaan Hoaks Hashim Djojohadikusumo, Bareskrim Polri Periksa Saksi Pelapor
Ketertutupan informasi Polri terkait kontrak pembelian gas air mata, kata Nisa, bukan hanya berimplikasi terhadap tata kelola pembelian barang. Tetapi, juga dapat menimbulkan korban akibat tidak adanya mekanisme pertanggungjawaban perihal penggunaan gas air mata.
"Beberapa kejadian yang cukup serius antara lain saat Polisi menembakan gas air mata secara brutal di tribun penonton di Kanjuruhan, Malang yang menyebabkan 135 orang tewas," kata dia.
"Serta 1.363 lainnya mengalami luka-luka. Contoh lainnya, penggunaan gas air mata terhadap warga di Pulau Rempang yang menolak pembangunan Rempang Ecocity," kata dia.
Atas hal, ICW, Trend Asia dan KontraS mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) segera membuka dokumen kontrak pengadaan gas air mata.
Selain itu mereka juga mendesak agar menghentikan pembelian amunisi gas air mata hingga adanya evaluasi dan perbaikan mengenai tata kelola penggunaannya.
Baca Juga: Jembatan 4 Barelang, Saksi Bisu Kekejaman Aparat Terhadap Warga Rempang
Nilai Kontrak Capai 2 Triliun
ICW sebelumnya meminta Polri membuka data pembelian gas air. Sebab, berdasar hasil kajian ICW bersama Trend Asia ditemukan nilai kontrak pembelian gas air mata sejak 2013-2022 oleh Polri mencapai Rp2,01 triliun.
Peneliti ICW Wanna Alamsyah saat itu mengaku telah mengirim surat permohonan informasi terkait pembelian gas air mata kepada Divisi Humas Polri. Surat tersebut telah diterima dan teregistrasi dengan Nomor: 297/SK/BP/ICW/VIII/2023 tertanggal 30 Agustus 2023.
"Hasil kajian kami dan Trend Asia menemukan bahwa sejak tahun 2013 hingga 2022 pembelian gas air mata oleh kepolisian ada sebanyak 45 kegiatan dengan nilai kontrak sebesar Rp2,01 triliun," kata Wanna kepada wartawan, Rabu (30/8/2023).
Masih merujuk hasil kajian ICW dan Trend Asia, kata Wanna, anggaran mencapai triliun rupiah ini dibelanjakan barang berupa 868 ribu amunisi, 36 ribu pelontar, dan 17 unit drone. Namun, dokumen terkait pembelian perlengkapan tersebut tidak pernah dipublikasikan oleh Polri.
"Oleh sebab itu kami mendesak agar Polri melalui pejabat pengelola informasi dan dokumentasi segera membuka kontrak pembelian gas air mata ke publik sesuai dengan mandat Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021," jelas Wanna.
Apalagi, lanjut Wanna, penggunaan gas air mata kerap dilakukan secara berlebihan hingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Setidaknya, berdasar hasil kajian ICW dan Trend Asia, Wanna mengklaim ada sekitar 144 peristiwa penembakan gas air mata yang terjadi sepanjang tahun 2015-2022.
Wanna mengungkap salah satunya peristiwa tragedi Kanjuruhan yang menelan 135 korban jiwa. Kemudian yang terbaru yakni peristiwa di Dago Elos, Bandung, Jawa Barat.
"Kepolisian Republik Indonesia harus bertanggung jawab terhadap segala kasus penembakan gas air mata yang memakan korban jiwa. Kepolisian Republik Indonesia harus membuka informasi mengenai pengelolaan aset terkait gas air mata agar amunisi yang kadaluarsa tidak digunakan kembali," pungkasnya.