Suara.com - Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bakal mengumpulkan pejabat eselon dua besok. Adapun yang dibahas terkait netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilu 2024.
Heru menjelaskan sudah banyak aturan yang mengharuskan ASN harus netral di pemilu. Salah satunya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
"Besok akan saya kumpulkan eselon dua semua, mengingatkan lagi. Ya ASN harus netral," ujar Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Heru menjelaskan, ASN tidak hanya diminta untuk tidak menunjukan kedekatannya dengan calon yang akan bertarung di pesta demokrasi tahun depan. Khususnya foto dengan salah satu pasangan capres cawapres.
Baca Juga: Setahun Pimpin Ibu Kota Negara, Berikut Capaian Heru Budi Hartono
"Bahkan foto saja nih, saya foto calon dengan Pak Michael, enggak boleh. Itu yang mau saya ingatan. Share tidak boleh," jelas Heru.
Lebih lanjut, Heru kemudian meminta pada masyarakat untuk percaya dengan netralitas para ASN DKI.
"Yakinlah sama ASN DKI, mudah-mudahan Netral, melayani tetap bekerja biasa melayani biasa, sebagaimana tupoksinya," jelas Heru.
Sebelumnya Aggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan sedikitnya ada tiga undang-undang yang menegaskan ASN harus bersikap netral.
Baca Juga: Jokowi Perpanjang Masa Jabatan Pj Gubernur DKI Satu Tahun, Ini PR Heru Budi yang Belum Rampung
Pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam pasal 2 menyatakan setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.
Kedua UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga terdapat pasal soal netralitas ASN.
Ketiga, UU Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah teradapat dua pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71.
Pasal 70 ayat (1) berbunyi dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 189.
Kemudian, Pasal 71 ayat (1) berbunyi pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 188.
"3 UU tersebut mengatur norma bahwa ASN harus netral. Tidak perlu bingung lagi, tiga undang-undang bicara soal ASN harus netral, apa yang boleh dan tidak boleh, juga ada dalan SKB lima lembaga," tegasnya seperti dikutip dari Bawaslu.go.id.