Enggan Berpolemik Soal Putusan MK Terkait Syarat Capres-Cawapres, PKS: Kita Hormati

Selasa, 17 Oktober 2023 | 17:29 WIB
Enggan Berpolemik Soal Putusan MK Terkait Syarat Capres-Cawapres, PKS: Kita Hormati
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu. [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Partai Keadilan Sosial (PKS), Ahmad Syaikhu, angkat bicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat Calon Presiden dan Wakil Presiden. Syaikhu mengaku enggan berpolemik dan lebih memilih menghormati keputusan MK itu.

Menurutnya, MK merupakan lembaga independen yang memang memiliki wewenang terkait pengubahan konstitusi.

"Tanggapan kami, PKS tentu ya menghormati berbagai keputusan itu. Ini kan sebuah lembaga yang indipenden apa pun keputusannya ya tentu kita menghormati segala keputusan yang dimunculkan," ujar Syaikhu di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan Selasa (17/10/2023).

Terkait ramainya kritik publik kepada MK usai mengeluarkan putusan ini, Syaikhu tak mau bicara banyak.

Baca Juga: DPR: Putusan MK Tak Bisa Berlaku secara Hukum untuk Pemilu 2024

Menurutnya setiap keputusan pasti akan memunculkan kontroversi antara pro dan kontra.

"Ya kalau kritik hal-hal yang wajar dan biasa lah, sudah hal-hal yang memang dalam proses sebagainya hal-hal yang mungkin perlu jadi introspeksi bagi seluruh lembaga negara," jelasnya.

Selain itu, terkait dengan terbukanya peluang Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Cawapres, Syaikhu tak mau menduga-duga. Perlu ada penelusuran lebih mendalam jika memang adanya kemungkinan MK membuat keputusan itu dengan tujuan politik.

"Kan itu faktor yang lain, saya kira masalah politis nggak politis itu faktor tadi mungkin masalah kaitan yang apakah independensi dan sebagainya, atau kaitan-kaitan yang mungkin perlu hal-hal yang kajian-kajian nanti yang lebih mendalam ya," pungkasnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

Baca Juga: Golkar Buka Pintu Lebar Anak Jokowi Maju Cawapres; Ada Kosgoro 57, AMPG, AMPI Tinggal Gibran Mau Ikut Mana

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Gibran Rakabuming Raka saat makan siang bareng relawan Jokowi di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. (Suara.com/Bagaskara)
Gibran Rakabuming Raka saat makan siang bareng relawan Jokowi di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. (Suara.com/Bagaskara)

"Sehingga Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan di Jakarta, Senin.

Atas putusan itu, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI