Suara.com - Pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata yang menyebut ada aliran dana korupsi ke NasDem dinilai sangat politis.
Menurut Bendahara Umum DPP Partai NasDem Ahmad Sahroni, seharusnya pernyataan tersebut direm agar tidak disampaikan lebih dahulu. Apalagi menurutnya, hal tersebut masih dalam dugaan.
"Seolah-olah bahwa ada rangkaian atau aliran ke partai politik yang belum tentu, masih diduga ada aliran dana, belum tentu benar, belum tentu juga enggak benar," kata Sahroni di Kantor DPP Partai NasDem, Sabtu (14/10/2023).
Ia melanjutkan bila hal tersebut sudah disampaikan kepada publik, tentunya akan ditangkap berbeda.
Baca Juga: NasDem Bakal Somasi KPK karena Dituding Terima Aliran Dana Korupsi Kementan?
"Kalau sudah disampaikan ke ruang publik, maka itu pasti menjadi politis terhadap partai kami. Kenapa? Karena menjelang pemilu," tambah dia.
Sahroni merasa partainya dirugikan karena dugaan penerimaan dana yang dinilai belum bisa dipastikan kebenarannya tapi telah disampaikan kepada publik menjelang pemilu.
"Kami hargai proses penegakan hukum yang ada tindak pidana korupsinya, sangat kami hargai, tapi kalau yang masih diduga ada aliran dana ke partai, mbok ya direm-rem lah jangan seolah-olah kita ini busuk banget gitu," tutur Sahroni.
Pada kesempatan yang sama, dia menegaskan bahwa rekening resmi Partai NasDem tidak menerima aliran dana apapun dari SYL.
"Saya sebagai bendahara umum, saya pastikan tidak ada transferan resmi ke rekening partai politik kami, yaitu Partai NasDem," tandas Sahroni.
Baca Juga: Pernyataan KPK Dinilai Tendensius, Bendahara NasDem: Seolah-olah Kami Busuk Banget
Sebelumnya, Alex menyebut jumlah penerimaan dana ke partai NasDem dari SYL mencapai miliaran rupiah.
"Sejauh ini ditemukan juga aliran penggunaan uang sebagaimana perintah SYL yang ditujukan untuk kepentingan partai NasDem dengan nilai miliaran rupiah dan KPK akan terus mendalami," tutur Alex dalam konferensi pers hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2023).
Tiga Tersangka
Dalam korupsi ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka. Mereka adalah Syahrul Yasin Limpo (SYL), Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, dan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono.
Ketiganya diduga melakukan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan, termasuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi.
SYL selaku menteri saat itu, memerintahkan Hatta dan Kasdi menarik setoran senilai USD 4.000 hingga USD 10.000 atau setara dengan Rp 62,8 juta sampai Rp 157,1 juta (Rp 15.710 per dolar AS pada 11 Oktober 2023) setiap bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan.
Uang itu berasal dari realisasi anggaran Kementan yang di-mark up atau digelembungkan, serta setoran dari vendor yang mendapatkan proyek.
Kasus korupsi yang menjerat Syahrul terjadi dalam rentang waktu 2020-2023. Temuan sementara KPK ketiga diduga menikmati uang haram sekitar Rp 13,9 miliar.