Suara.com - Penjemputan paksa yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL pada Kamis (12/10/2023) malam, dianggap sejumlah pihak penuh dengan kejanggalan.
Mendengar adanya penjemputan paksa, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan komentarnya.
Menurutnya, KPK memiliki alasan tersendiri mengapa sampai harus menjemput SYL secara paksa.
"Ya, pasti ada alasan-alasan dari KPK kenapa dipercepat seperti itu," kata Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Indramayu, Jawa Barat, Jumat (13/10/2023).
Baca Juga: Kalau Prabowo Dipasangkan dengan Gibran di Pilpres 2024, Malah Jokowi yang Kena Getahnya
Kepala Negara lantas meminta seluruh pihak untuk bisa menghormati proses hukum yang tengah dijalani oleh lembaga antirasuah tersebut.
"Kita hormatilah proses hukum yang ada di KPK," ujarnya.
Sebelumnya, SYL ditangkap penyidik KPK di apartemen anaknya di kawasan Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Febri Diansyah mengungkap kejanggalan penangkapan SYL. Dia menyebut mereka mendapatkan dua surat dari KPK.
Pertama surat penangkapan tertanggal 11 Oktober 2023 yang dikeluarkan KPK. Tanggal surat itu disebut Febri sama dengan surat pemanggilan kedua yang dilayangkan kepada SYL yang mereka terima pada Kamis, 12 Oktober 2023.
Baca Juga: Resmi Tersangka di KPK, Apa Kabar Kasus Temuan 12 Pucuk Senpi SYL yang Diusut Polri?
Untuk diketahui, mereka selaku kuasa hukum telah berkoordinasi dengan penyidik KPK agar SYL dapat diperiksa pada Jumat, 13 Oktober. Setelah sebelumnya meminta pemeriksaan pada Rabu, 11 Oktober ditunda.
"Jadi ada dua surat yang dikeluarkan KPK pada tanggal 11 Oktober 2023 yaitu, surat perintah penangkapan dan kedua surat panggilan kedua. Padahal surat panggilan itu juga sudah kami konfirmasi itu akan dihadiri oleh pak SYL yaitu pada hari Jumat ini. Kami tidak tahu kejanggalan-kejanggalan ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh apa," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (13/9/2023) dini hari.
SYL Tersangka
SYL telah resmi berstatus tersangka bersama Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Ketiganya diduga melakukan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan, termasuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi.
SYL selaku menteri saat itu, memerintahkan Hatta dan Kasdi menarik setoran senilai USD 4.000-10.000 atau dirupiahkan Rp62,8 juta sampai Rp157,1 juta (Rp15.710 per dolar AS pada 11 Oktober 2023) setiap bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan.
Uang itu berasal dari dari realisasi anggaran Kementan yang di-mark up atau digelembungkan, serta setoran dari vendor yang mendapatkan proyek. Kasus korupsi yang menjerat Syahrul terjadi dalam rentang waktu 2020-2023. Temuan sementara KPK ketiga diduga menikmati uang haram sekitar Rp 13,9 miliar.