Suara.com - Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menyebut proses penyelidikan hingga penyidikan dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) berjalan sesuai dengan prosedur penegakan hukum.
Asep mengatakan, surat perintah penyelidikan (sprinlidik) kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) diterbitkan pada 5 Januari 2023, kemudian ditingkatkan ke penyidikan pada 26 September.
Asep membeberkan alasan mengapa KPK baru mengumumkan penetapan SYL sebagai tersangka pada 11 Oktober 2023 atau hampir dua pekan setelah kasus itu ditingkatkan ke penyidikan.
"Kenapa KPK kok baru mengumumkan sekarang, ada pihak di luar malah yang sudah menyatakan. Perlu ketahui bahwa ketika dinyatakan naik ke penyidikan, perkara di KPK itu pasti sudah ada tersangkanya," kata Asep saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/10/2023) malam kemarin.
Dia bilang proses penegakan hukum di KPK, berbeda dengan di lembaga aparat penegak hukum lainnya. Ketika KPK sudah melakukan penggeledahan, seperti di rumah dinas SYL pada 28 September lalu, artinya dugaan korupsi sudah naik ke penyidikan dan telah ada tersangka.
"Kemudian rekan-rekan pasti sudah paham bahwa KPK itu akan mengumumkan, walaupun misalkan sprindiknya naik kapan, tetapi diumumkan secara resminya adalah ketika akan melakukan penahanan. Siapa tersangkanya. Jadi supaya tidak jadi rancu," jelas Asep.
Terkait adanya pihak luar yang lebih dulu menyatakan SYL sudah tersangka dibanding KPK, Asep memberikan penjelasan.
"Bisa saja yang bersangkutan bisa tahu siapa yang sudah jadi tersangka dari surat panggilan kami. Karena di surat panggilan pasti dijelaskan perkaranya apa, kemudian siapa tersangkanya, bisa dari situ. Surat panggilan kan diterima sama yang dipanggil," tutur Asep.
SYL telah resmi berstatus tersangka bersama Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Periksa Kombes Pol Irwan Anwar Selama 7 Jam Terkait Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK
Ketiganya diduga melakukan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan, termasuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi.
Syahrul selaku menteri saat itu memerintahkan Hatta dan Kasdi menarik setoran senilai USD 4.000-10.000 atau dirupiahkan Rp 62,8 juta sampai Rp 157,1 juta (Rp 15.710 per dolar AS pada 11 Oktober 2023) setiap bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan.
Uang itu berasal dari dari realisasi anggaran Kementan yang di-mark up atau digelembungkan, serta setoran dari vendor yang mendapatkan proyek. Kasus korupsi yang menjerat Syahrul terjadi dalam rentang waktu 2020-2023. Temuan sementara KPK ketiga diduga menikmati uang haram sekitar Rp 13,6 miliar.