Suara.com - Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di zaman modern ini sungguh sangat luar biasa cepatnya.
Era baru yang sering disebut sebagai era digital ini menjadikan hampir seluruh kegiatan masyarakat berpindah dari dunia nyata ke dunia maya.
Kehadiran era digital menjadikan hubungan antar manusia sudah tidak lagi terhalang jarak dan waktu.
Apalagi bagi jurnalisme dan bisnis media di masa yang akan datang. Tentu hal ini merupakan pekerjaan rumah (PR), karena semakin berkembangnya teknologi.
VP Dentsu Indonesia, Janoe Arijanto mengatakan, media ke depan tentu harus semakin kreatif. Apalagi munculnya aturan-aturan baru baik dari google dan kepemerintahan.
Baca Juga: Buka LMS 2023, CEO Suara.com: Konten Terlalu Berat Tidak Lagi Menarik
Jika memang ingin tetap bertahan, Janoe Arijanto memberikan sedikit pemahaman pada acara Local Media Summit 2023 yang dilaksanakan di Hotel Aryaduta, Jakarta Rabu (11/10/2023).
Ada 10 yang harus dilakukan pada bisnis media;
1. Belanja iklan ke dua mega platform diatas 70 persen
2. Kampanye jangka pendek konten pendek yang lebih pendek.
3. Pemasaran influencer, ekonomi influencer
4. Monetisasi streaming langsung
5. Munculnya platform hiburan dan video pendek
6. Perdagangan elektronik dan optimasi perdagangan sosial
7. Tanggung jawab sosial sebagai kampanye prioritas
8. Konten untuk perdagangan dan pemasaran afiliasi
9. Data Pihak Pertama
10. Personalisasi hiper atau bentuk pendekatan.
"Data ini penting bagi pengelola news portal online, karena menawarkan wasasan mendalam tentang prilaku dan preferensi pembaca, karena memungkinkan untuk personalitas konten," katanya.
"Pendekatan yang menggunakan data dan teknologi atau menyediakan konten, produk atau pesan iklan yang sangat sesuai dengan kebutuhan konsumen," sambungnya.
Janoe juga menyampaikan, bahwa tantangan di jurnalisme dan bisnis media ke depan akan semakin sulit. Karena, banyak yang membuat media dibangun oleh semangat jurnalisme.
Baca Juga: Local Media Summit 2023 Resmi Digelar, Peserta Berdatangan
Seperti, bentuk yang akan menyulitkan jurnalisme dan bisnis media itu dari ketergantungan kepada ke media platform, data audience dikuasai oleh platform teknologi, masuk dalam lingkaran dilematis SEO, melemahnya bargaining position publisher.
Kemudian, pudarnya hubungan langsung penerbit dan pengiklan, bersaing dengan crowd content, menghadapi kendala transparansi data dan Influencer marketing.
Meski hal itu perlahan sudah ada, dia juga menjelaskan ada pekerjaan rumah yang sangat panjang ke depan bagi bisnis media dan jurnalisme
"Yakni mendorong fairness mega platform, dari ruang iklan integrasi aset digital, penguatan First Party Data, Penguatan data audience di aset multi platform, Community and multi segment engagement, Memposisikan media sebagai brand dan Memperkuat proses dan model bisnis multiplatform," jelasnya.
Masih ditempat yang sama, CEO and Co-Founder ProPS, Ilona Juwita menjelaskan, sudah banyak media menurun pendapatan di google, ada 40 hingga 60 persen.
Tentunya kata Ilona ada cara untuk meminimalisir hal tersebut, yakni dengan prinsip konten, pendistribusian hingga optimisme.
"Paling sederhana adalah ketika sudah mulai mengikuti kebijakan-kebijakan google, pasalnya tanpa sadar bahwa aktifitas kita membuat konten itu bersebrangan dengan google. karena pada umumya, ketika teman-teman membuat konten yang tidak terkomunikasi, wujudnya tidak ada," ucapnya.
Dia juga berujar soal adanya standar yang harus diketahui pimpinan media yakni soal pemasangan. Hal tersebut agar konten yang dibuat tidak terhalang apalagi sampai tertutup iklan.
"Server memang menjadi pondasi, tapi tidak terlalu mahal juga, kita juga harus tahu server ini sudah dipasang apa saja. Karena, spending ini memang sangat berpengaruh, yang bagus itu hanya tiga detik ketika membuka halaman kita. Pasalnya, jika melebihi itu tentu sudah sangat sulit lagi untuk bersaing, apalagi baru bisa di akses 9 detik," ujarnya.
"Masalah traffic kecil juga, bukan hanya dari algoritma saja, bisa juga mengacu terhadap spending yang memang harus diperbaiki," tutupnya.