Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendatangi Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Senin (9/10/2023) siang. Mereka mendesak Polri segera membuka dokumen pengadaan alat sadap yang memakai metode "Zero Click" atau Pegasus.
Berdasarkan pantauan Suara.com, mereka hadir membawa atribut poster. Beberapa di antaranya bertuliskan 'Waspada Pegasus! Polri Harus Transparan', 'Pegasus Mengancam Demokrasi!' dan 'Polri Harus Buka Kontrak Zero Click Intrusions System!'
"Permintaan ini berkaitan dengan apa yang menjadi temuan konsorsium Indonesia Leaks pada awal Juni lalu. Di mana diketahui, bahwa ada dugaan alat sadap Zero Click atau yang biasa dikenal dengan Pegasus ini ada di Indonesia," kata Peneliti ICW Tibiko Zaba.
Permintaan ICW kepada Polri tersebut menurut Tibiko, berlandaskan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan PerKI No 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Baca Juga: ICW Desak Polri Buka-bukaan Soal Pengadaan Alat Sadap Diduga Pegasus Dari Israel
"Salah satu informasi yang seharusnya secara berkala dibuka adalah terkait dengan kontrak pengadaan karena itu lewat mekanisme yang ada kami mengajukan informasi terkait dokumen tersebut," jelasnya.
Keterbukaan Polri, lanjut Tibiko, juga penting untuk menjawab temuan dari hasil penelusuran Indonesia Leaks. Di mana berdasar hasil penelusuran, Polri tercatat pernah memesan alat tersebut dua kali pada 2017 dan 2018.
"Karena dengan metode yang cukup canggih, alat sadap ini bisa digunakan tanpa cara yang biasanya diterapkan dalam penyadapan. Misalnya, mengakses dokumen maupun mengakses tautan khusus gitu," ungkapnya.
Terlebih dari hasil penelusuran Indonesia Leaks alat surveillance tersebut yang telah masuk Indonesia diduga tidak hanya dipergunakan untuk penanganan kejahatan luar biasa seperti korupsi, narkoba, dan terorisme. Melainkan juga kepentingan lain terkait politik di tahun 2019.
"Tanpa kejelasan transparansi dan akuntabilitasnya, hal ini tentu tidak hanya melanggar hukum (unlawful) tetapi juga berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan merusak demokrasi di Indonesia," katanya.
Baca Juga: Jejak Penyadapan Software Israel di Indonesia Menyasar Oposisi