Suara.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menindaklanjuti aduan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli Bahuri.
Ketua KPK tersebut dilaporkan kelompok masyarakat yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Peduli Hukum, sebagai buntut beredarnya foto pertemuannya dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang kini dikabarkan jadi tersangka korupsi di KPK.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyebut, aduan itu sedang mereka pelajari sambil mengumpulkan keterangan.
"Dewas KPK masih mempelajari pengaduan yang masuk. Dan juga sedang kumpulkan bahan dan keterangan," kata Syamsuddin dihubungi wartawan, Senin (9/10/2023).
Komite Mahasiswa Peduli Hukum melayangkan aduan ke Dewas KPK pada Jumat 6 Oktober 2023. Mereka mengadukan Filri karena pertemuan itu berpotensi melanggar etik. Sebab, dalam aturan pegawai atau pimpinan dilarang berhubungan dengan pihak yang berperkara di KPK.
Sementara itu, Firli membenarkan pertemuannya dengan Syahrul. Namun disebutnya, pertemuan tersebut terjadi pada 2 Maret 2022. Sementara kasus Syahrul naik penyelidikan pada awal Januari 2023 dan penyidikan pada akhir September.
"Maka dalam waktu tersebut, status saudara Syahrul Yasin Limpo bukan tersangka, terdakwa, terpidana ataupun pihak yang berperkara di KPK. Kejadian tersebut pun, bukan atas inisiasi atau undangan saya," kata Firli.
Naik ke Penyidikan
Sementara itu, status dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK pada kasus korupsi yang menjerat mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, telah ditingkatkan Polda Metro Jaya ke penyidikan.
Baca Juga: Tak Mau Kepentingan Nasdem Berdampak, Pengamat Sebut Pengunduran Diri SYL dari Mentan Patut Dicontoh
Perkara itu dinaikkan setelah dilakukan pemeriksaan kepada enam orang saksi dan gelar perkara pada Jumat 6 Oktober 2023. Foto yang diduga pertemuan antara Ketua KPK Firli Bahuri dengan Syahrul di lapangan bulu tangkis, masuk menjadi materi penyidikan.
"Untuk mendalami lebih lanjut di tahap penyidikan, nantinya terkait dengan temuan dokumentasi foto dimaksud," kata Ade.
Pada kasus ini, Polda Metro Jaya menerapkan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.