Suara.com - Gregorius Ronald Tannur (31) menganiaya pacarnya sendiri bernama Dini Sera Afrianti (29) hingga tewas di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (4/10/2023) sekitar pukul 00.10 WIB. Ronald merupakan anak anggota DPR RI, Edward Tannur.
Awalnya Ronald sempat merekaya kematian kekasihnya dengan mengatakan Dini meninggal dunia karena penyakit jantung dan sakit lambung.
Seperti dikutip dari Beritajatim.com - jaringan Suara.com, kebohongan Ronald berasil dibongkar oleh dokter dari National Hospital dan RSUD dr Soetomo yang sempat menangani korban Dini.
Saat itu Ronald membawa Andini ke National Hospital usai kondisi pacarnya terus melemah. Tiga orang tenaga kesehatan di RS tersebut mengecek kondisi Andini yang semakin lemas di jok kursi depan skitar pukul 02.32 WIB.
Baca Juga: Ronald Tannur Kelabuhi dengan Sebut Dini Sakit Lambung, Rumah Sakit Temukan Kejanggalan
Dokter yang memeriksa Andini kemudian menyampaikan wanita asal Sukabumi itu sudah tidak bernyawa 30-40 menit sebelum dibawa ke rumah sakit. Mendengar itu, Ronald Tannur disebut sempat berteriak histeris.
National Hospital tidak bisa menerbitkan surat kematian karena status Dini adalah Died on Arrival (DOA). Pihak rumah sakit National Hospital kemudian melarang Ronald langsung membawa jenazah Andini pulang, melainkan jenazah harus dirujuk ke RSUD dr. Soetomo.
Saat diperiksa tim dokter, jenazah Andini juga penuh luka lebam.
Kemudian di RSUD dr. Soetomo, mayat Andini dimasukkan ke ruang autopsi. Berdasarkan hasil visum luar terhadap mayat perempuan asal Sukabumi itu didapati banyak luka lebam.
Pihak dokter kemudian curiga karena awalnya Ronald Tannur mengatakan bahwa Andini tewas karena serangan jantung dan asam lambung.
Ada dua hal hal janggal yang disampaikan Roni soal kekasihnya tersebut. Pertama, kronologi yang disampaikan tidak sesuai dengan kondisi jenazah. Kedua, saat mengantarkan jenazah tidak satupun keluarga Andini hadir.
Diminta ke Polsek
Dua poin janggal itu membuat Ronald Tannur diminta ke Polsek Lakarsantri untuk membuat surat laporan kematian.
Namun sayang, Polsek Lakarsantri saat itu percaya dengan keterangan yang disampaikan ronal. Hingga akhirnya Kanit Reskrim Iptu Samikan membuat statement di media bahwa tidak ada penganiayaan.
Polisi menyebut Dini tewas karena asam lambung seperti apa yang disampaikan Ronald. Bahkan, Iptu Samikan menjadikan satu kresek muntah sebagai penguat statusnya.
“Punya gejala lambung. Pucat kondisinya. Ada muntah satu kantung kresek di kamar apartemennya. Gak ada memar di tubuhnya,” ujar Samikan pada Rabu (04/10/2023).
Dibantah Tim Dokter
Statment Iptu Samikan itu lantas dipatahkan oleh hasil autopsi dari tim dokter. dr. Reni dari kedokteran forensik RSUD dr. Soetomo mengatakan bahwa pihaknya menemukan berbagai luka lebam di sekujur tubuh Dini.
Berdasarkan pemeriksaan luar ditemukan luka memar di kepala sisi belakang, lalu luka lebam di leher kanan dan kiri, luka lebam kedua tangan, lalu luka lebam di dada, perut kiri bagian bawah, luka lebam di lutut, paha dan punggung tangan.
Pada pemeriksaan dalam, tim dokter menemukan resapan darah di bagian leher kanan dan kiri. Patah tulang iga ke 2 sampai 5 disertai dengan pendarahan dalam. Ada pendarahan di bagian paru-paru dan luka di organ hati.
“Pemeriksaan kami sudah sesuai SOP dan sudah kami laporkan ada berbagai luka,” jelas dr. Reni di saat konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Jumat (06/10/2023).
Diketahui, tim dokter baru bisa melakukan autopsi setelah pihak kepolisian dari Unit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya mengajukan permohonan pada hari Rabu (04/10/2023) pukul 23.00 WIB.
Ronald Tersangka
Setelah meralat pernyataan sebelumnya yang menyebut korban meninggal karena sakit, pihak Polrestabes Surabaya akhirnya menetapkan Ronald Tannur sebagai tersangka pada Kamis (05/10/2023) malam.
Setelah itu tersangka Ronald dimaperkan ke publik dengan memakai baju orange dan dalaman kaos warna hitam. Tangannya diborgol dengan kabel tis warna putih.
Selama proses penjelasan rilis pelaku hanya menghadap ke belakang sembari menunduk.
Kekinian pelaku Ronald dikenakan pasal 351 ayat (3) dan/atau pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal kurungan penjara 12 tahun.