Suara.com - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menegaskan pihaknya tak akan main-main mengevaluasi perizinan TikTok. Mereka dimina menjalankan aturan Permendag Nomor 50 Tahun 2020 yang baru saja direvisi.
Permendag 50 tersebut mengatur terkait keberadaan platform media sosial sekaligus e-commerce, seperti TikTok Shop yang dianggap berpotensi mengancam keberlangsungan UMKM tanah air.
"Gini, catat baik-baik, kalau TikTok macam-macam saya akan evaluasi izinnya gitu ya," kata Bahlil ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Penegasan Bahlil tersebut disampaikan jika TikTok Shop masih aktif dan tak membereskan transaksi jual beli yang masih berjalan.
Baca Juga: Begini Praktik Curang TikTok yang Disesalkan Pemerintah Hingga Pedagang
Mereka diminta untuk segera menghentikan aktivitas jual beli di platformnya sampai tenggat waktu yang diberikan sebelum Permendag aktif diberlakukan.
Tenggat Waktu
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah menandatangani revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 pada Senin (25/9). Revisi Permendag 50 ini akan mengatur terkait keberadaan platform media sosial sekaligus e-commerce, seperti TikTok Shop, yang dianggap berpotensi mengancam keberlangsungan UMKM tanah air.
Melalui revisi Permendag 50, pemerintah berencana untuk memperketat pengaturan arus perdagangan di platform-platform e-commerce melalui aturan terkait Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Kemendag memberikan waktu satu pekan kepada TikTok Shop untuk membereskan transaksi jual beli yang masih berjalan dan menghentikan aktivitas jual beli di platformnya.
Baca Juga: Saran dari Pemerintah Kepada Pedagang Setelah TikTok Dilarang Dagang
"Tidak boleh lagi, ini berlaku mulai kemarin. Tapi kita masih memberikan waktu seminggu, untuk sosialisasi, besok saya surati Tiktok," ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) ditulis Senin (2/10/2023).
Sebelumnya, keberadaan TikTok Shop telah menuai protes dari kalangan pelaku usaha karena dianggap dapat merugikan UMKM lokal dan membuat mereka kalah saing. Hal ini diakibatkan produk-produk yang dijajakannya dijual dengan harga yang sangat murah.
Selain itu, barang-barang yang dijual melalui TikTok Shop pun dituding merupakan hasil perdagangan lintas batas alias cross border. Artinya, banjir barang impor tersebut berarti langsung ditawarkan kepada pembeli tanpa melalui proses importasi yang semestinya sehingga sama sekali tidak berkontribusi ke pendapatan Indonesia.