Suara.com - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, sempat menyinggung kasus korupsi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, dalam sidang Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Haris dan Fatia duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini. Keduanya menjadi terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan.
Berawal ketika jaksa penuntut umum (JPU) menjelaskan mengenai pemilik manfaat atau beneficial owner (BO) di kasus Akil Mochtar yang sebelumnya sempat dibahas oleh Yunus.
"Tadi Ahli mencontohkan kasus tentang Akil Mochtar di mana dia adalah BO dari Daryono," kata JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (2/10/2023).
Baca Juga: Kereta Cepat Nyambung Sampai Surabaya, Simak Bocoran Rutenya
"Daryono sopirnya," timpal Yunus.
"Ahli mangkir waktu pemeriksaan tersebut," tegas JPU.
"Waktu itu ibu (JPU) di KPK ya," kata Yunus diiringi tawa.
JPU lalu bertanya mengenai mekanisme penentuan BO di suatu perusahaan. Salah satu yang menjadi contoh kasusnya adalah kasus korupsi Akil Mochtar yang menggunakan KTP sopirnya dalam menjalankan transaksi jahat.
"Siap. Berkaitan dengan Ahli contohkan tadi, pertanyaan kamu adalah ketika seseorang dinyatakan sebagai BO, dalam hal seseorang yang tidak dicantumkan dalam BO seperti AM tadi pengetahuan dia sebagai BO itu kapan kita bisa tentukan? Apakah dari ada bukti apakah harus lewat persidangan atau hanya kemudian kita hanya indikasikan saja?" tanya jaksa ke Yunus.
Yunus mengatakan, penentuan BO bisa menggunakan bukti-bukti yang ada di penyidik tanpa harus melalui tahap persidangan. Dia ambil contoh, Akil Mochtar memakai KTP sopirnya untuk membuka rekening, sekaligus untuk mengendalikan transaksi di rekening tersebut.
"Ya, tidak dalam persidangan yang jelas, jadi kalau dilihat dari hubungan antara dia dan sopirnya pasti ada hubungan relasi kuasa. Dia minta KTP buka rekening pasti ada kekuasaan Pak Akil dan pasti dia mengendalikan transaksi itu. Kalau menurut saya indikasinya berdasarkan bukti-bukti tadi, nggak perlu penetapan dulu, ya, perlu," ungkap Yunus.
"Kata kuncinya harus ada bukti?" tanya JPU kemudian.
"Ya, bukti, ya, seperti dalam beberapa kasus yang saya ceritakan tadi Eddy Sindoro, Setya Novanto itu bukti transaksi terutama, KPK minta transaksi dari PPATK," tutur Yunus.
Dakwaan Haris-Fatia
Untuk diketahui, Haris dan Fatia didakwa oleh jaksa mencemarkan nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
Jaksa menyatakan pernyataan Haris dan Fatia dalam sebuah video yang diunggah melalui akun YouTube milik Haris telah mencemarkan nama baik Luhut.
Video tersebut berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam'. Hal yang dibahas dalam video itu adalah kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.
Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Setiap pasal tersebut di-juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.