Suara.com - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menggelar aksi untuk menuntut Mahkamah Konstitusi menyatakan undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja inkonstitusional.
Presiden KSPSI dan Presidium AASB Jumhur Hidayat mengatakan pihaknya berharap para Hakim Konstitusi bersikap netral dalam memutus perkara ini.
Terlebih, aturan seleksi Hakim Konstitusi berdasarkan ketentuan Pasal 24 C ayat (3) UUD NRI Tahun 2045 ialah Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang DPR, dan tiga orang oleh Presiden.
"Nah, ini kan rentan sebenarnya, tapi seharusnya siapapun yang menjadi hakim konstitusi, dia keluar dari siapapun yang mengajukannya karena dia sudah menjadi hakim konstitusi, bukan hakimnya presiden, bukan hakimnya DPR," kata Jumhur di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Sabtu (30/9/2023).
Baca Juga: Tuntut Cabut Omnibus Law, Massa Buruh Mulai Gelar Aksi Menuju Kantor ILO
Menurut dia, hakim konstitusi harus berpihak pada rakyat, khususnya dalam memutus persoalan UU Omnibus Law Cipta Kerja, bukan kepada pihak-pihak yang mengajukan mereka sebagai hakim konstitusi.
"Jadi, enggak boleh ada lagi intervensi setelah itu," ujar Jumhur.
Dia menilai pemberhentian terhadap Aswanto menunjukkan adanya intervensi pada putusan Mahkamah Konstitusi. Sebab, Aswanto disebut kerap memberikan pandangan yang berbeda dengan DPR.
"Alasannya jelas kan, dia selalu menggagalkan apapun yang diajukan DPR," ucap Jumhur.
Dia berharap Hakim Guntur Hamzah yang menggantikan Aswanto bisa memperjuangkan keinginan kaum buruh agar UU Omnibus Law Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional.
Baca Juga: Ikut-ikutan Rocky Gerung, Jumhur Hidayat Sebut Omnibus Law Kebijakan Bajingan Tolol