Suara.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendapat sorotan, menyusul keputusan mereka memilih Kaesang Pangarep sebagai ketua umum. Keputusan ini dianggap sudah dilepaskan dari bayang-bayang Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Menurut Direktur Eksekutif Algoritma, Aditya Perdana penunjukan Kaesang menggantikan posisi Giring Ganesha tersebut justru mengesankan PSI yang tidak memiliki independensi. PSI juga dianggap bergantung terhadap Jokowi, imbas memilih putra bungsu presiden sebagai pimpinan partai.
"Soal PSI yang terkesan tidak memiliki independensi dan ketergantungan dengan Pak Jokowi yang ditunjukkan dengan adanya penetapan Kaesang dengan sangat cepat dari penerimaan sebagai anggota hingga langsung menjadi ketum partai," kata Aditya kepada Suara.com, Selasa (26/9/2023).
Menurutnya, Kaesang sebagai perwakilan wajah anak muda justru tidak bisa menjadi pembelajaran bagi anak muda itu sendiri, terutama dalam berpolitik. Mengingat karier politik Kaesang yang terjadi sangat instan, baru bergabung, lalu kemudian menjadi ketum.
Baca Juga: Jadi Ketum PSI Anyar, Kaesang Mendadak Bela Anies!
"Ini menurut saya, menjadi pembelajaran yang tidak bijak bagi anak-anak muda yang ingin berpolitik, namun contoh yang dipertontonkan adalah pelajaran instan, bukan berproses," kata Aditya.
Pengamat politik Ray Rangkuti justru mengkritik tajam pemilihan Kaesang menjadi ketua umum PSI. Ia berujar tidak ada yang paling menggelikan dalam bulan ini di ruang politik, kecuali PSI memilih Kaesang sebagai ketua umum partai.
"Seperti sim salabim. Baru sehari bergabung langsung didapuk menjadi ketua umum. Tujuannya jelas: meraih suara pada pemilu 2024 yang akan datang," kata Ray melalui keterangan tertulisnya ketika dihubungi.
Ray Rangkuti mengatakan cara PSI menunjuk Kaesang yang baeu menjadi anggota lalu menjadi ketum telah mengabaikan banyak aspek. Bahkan, lanjut dia, untuk organisasi yang paling sederhana sekalipun, ada tata cara, waktu, sarat dan pelibatan anggota di dalam pemilihan ketua umum.
"Ini, seperti orang Mandailing menyebutnya: belum masak tandan pisang, dia sudah jadi ketua umum," kata Ray.
Baca Juga: Kaesang Jawab soal Aturan Internal PDIP Satu Keluarga Harus Satu Partai: Mbok Dilihat KK Saya
Menurutnya, PSI menjadi seperti perusahaan keluarga, di mana posisi ketua umum dipergilirkan bukan karena sederet alasan ideal, tapi semata demi meraup suara.
"Dan demi kepentingan suara itu, kualitas-kualitas personal diabaikan lalu ditukar dengan kualitas bapakisme. Kaesang adalah anak presiden, dan PSI hendak meraup suara pemilih yang memilih berdasar popularitas pak Jokowi," kata Ray
Ray Rangkuti mengatakan tampak jelas bahwa sifat menggantungkan diri pada bapakisme tersebut telah mengaburkan idiom PSI sebagai partai anak muda atau kaum milenial.
"Anak muda yang seharusnya diberi teladan untuk selalu siap mandiri, malah yang terlihat sebaliknya: Menggantung nasib pada bapakisme. Dalam kondisi seperti ini, saya ragu, PSI akan menarik simpati pemilih pak Jokowi. Tapi yang sudah pasti: PSI menukar hal-hal ideal dalam berpolitik untuk semata mengejar suara. Satu perilaku yang mencerminkan standar etika politik PSI yang biasa-biasa saja," tutur Ray.