Suara.com - Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menobatkan Indonesia sebagai negara yang paling berhasil menurunkan sampah plastik di laut oleh
Tak hanya itu saja, Indonesia juga tercatat sebagai negara paling banyak memproses sampah di darat untuk mengurangi sampah masuk ke laut.
Hal tersebut diutarakanMenteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Pandjaitan dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Atasi Permasalahan Kelautan Global’, Senin (25/9/2023).
“Kita salah satu negara yang dalam 4 tahun berhasil menurunkan sampah plastik di laut, sekitar 39 persen, itu kata UN (United Nations/PBB),” ujarnya
Upaya Indonesia dalam penurunan sampah plastik di laut dapat menjadi pembelajaran penting bagi negara-negara kepulauan di KTT Archipelagic and Island States (AIS) 2023, di Bali, 11 Oktober 2023.
Selain itu, Luhut menambahkan, Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya lain untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Mulai dari penanaman mangrove di bibir pantai, pengurangan deforestasi, peningkatan penggunaan energi terbarukan, hingga adaptasi terhadap perubahan iklim.
“Negara mana yang bisa melakukan replanting mangrove sampai 600 ribu hektar sampai tahun depan di dunia, ya Indonesia,” jelasnya.
Menurut Luhut, restorasi hutan mangrove di bibir pantai sangat efektif untuk mencegah tenggelamnya pulau akibat perubahan iklim. Hal ini dikarenakan mangrove memiliki akar yang kuat dan mampu menahan abrasi air laut.
Dari sisi pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT), Indonesia juga telah menjalin kerja sama dengan Uni Emirat Arab (UEA) untuk mengembangkan 62 Gigawatt EBT. Pengembangan ini mencakup sumber energi solar, hidro atau air, dan geothermal.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Ajak Masyarakat Jaga Kelestarian Lingkungan
“Kita punya potensi clean energy sebesar 3.600 GW, termasuk solar panel,” singgung Luhut.
Dengan berbagai pencapaian tersebut, Indonesia memiliki bargaining position yang kuat pada KTT AIS 2023 nanti. Dengan posisi ini, Luhut menekankan bahwa Indonesia akan mendorong 46 negara kepulauan yang hadir untuk kerja sama dalam mengatasi perubahan iklim.
Diharapkan, negara-negara kepulauan di dunia, yang sebagian besar merupakan negara berkembang, mendapatkan wawasan berharga, sehingga dapat bersama-sama dengan Indonesia melakukan mitigasi perubahan iklim yang sudah mengancam di depan mata.
Dalam forum yang sama Plt. Staf Ahli Bidang Ekososbud Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Hendra Yusran Siry, menyebutkan pemerintah telah menetapkan kebijakan ekonomi biru.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam laut dan pesisir secara berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
“Kebijakan ini terdiri dari lima pilar, yaitu Penambahan luas kawasan konservasi laut, Penangkapan ikan terukur berbasis kuota, Pengembangan perikanan budidaya di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan, Pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau Kecil, serta Pengelolaan sampah plastik di laut,” paparnya.
Dia melanjutkan, tantangan besar yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana mengoptimalkan potensi ekonomi biru, di tengah ancaman perubahan iklim. Sebab perubahan iklim tidak hanya menyebabkan naiknya permukaan laut, tetapi juga penurunan muka tanah.
Di beberapa daerah di Indonesia, penurunan muka tanah telah terjadi secara signifikan. Hal ini dapat memperburuk ancaman tenggelamnya pulau-pulau.