Imbas Bentrok Warga Vs Aparat, Komnas HAM Minta Pemerintah Tinjau Ulang PSN di Pulau Rempang

Jum'at, 22 September 2023 | 21:04 WIB
Imbas Bentrok Warga Vs Aparat, Komnas HAM Minta Pemerintah Tinjau Ulang PSN di Pulau Rempang
Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing. [Dok. Komnas HAM]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan sejumlah rekomendasi terkait kasus Pulau Rempang. Rekomendasi itu disusun usai Komnas HAM menurunkan tim pemantauan di Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Salah satu rekomendasinya, Komnas HAM meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto meninjau kembali rencana pengembangan Proyek Strategis Nasional atau PSN Rempang Eco-City.

Pasalnya, sempat terjadi bentrok antara warga yang menolak PSN tersebut dengan aparat gabungan pada 7 September 2023.

"Meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian agar meninjau kembali pengembangan kawasan Pulau Rempang-Eco City sebagai PSN berdasarkan Permenko RI Nomor 7 tahun 2023," ujar Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (22/9/2023).

Baca Juga: Kala Komnas HAM Ragu Jelaskan Gas Air Mata Tertiup Angin Bikin Bayi 8 Bulan Sesak Napas di Rempang

Selain itu, Komnas HAM juga meminta agar Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto tidak menerbitkan hak pengelolaan lahan (HPL) untuk pembangunan Rempang Eco-City di Pulau Rempang.

"Merekomendasikan Menteri ATR/BPN untuk tidak menerbitkan HPL di lokasi Pulau Rempang mengingat lokasi tersebut belum clear and clean," jelas Uli.

Komnas HAM turut merekomendasikan agar tindakan penggusuran harus memperhatikan prinsip-prinsip HAM. Lembaga ini meminta penggusuran harus dilakukan dengan melakukan asesmen terlebih dulu.

"Apabila terpaksa melakukan penggusuran paksa, pemerintah dan atau korporasi wajib melakukan asesmen dampak penggusuran paksa dan kebijakan pemulihan kepada warga terdampak," kata Uli.

Komnas HAM juga menyarankan pemerintah atau perusahaan membayar ganti rugi jika penggusuran yang dilakukan berdampak buruk bagi warga.

Baca Juga: Komnas HAM Temukan Enam Dugaan Pelanggaran HAM di Kasus Pulau Rempang

"Pemerintah dan atau korporasi wajib memberikan kompensasi dan pemulihan yang layak kepada warga terdampak sesuai prinsip-prinsip HAM," ungkapnya.

Lebih lanjut, Komnas HAM meminta agar aparat tidak melakukan cara-cara kekerasan ketika melakukan penggusuran. Komnas HAM juga mendorong agar pihak kepolisian menerapkan restorative justice bagi warga yang ditahan pasca kerusuhan.

"Tidak boleh menggunakan cara kekerasan dengan pelibatan aparat berlebih atau excessive use of power dalam proses relokasi dan proses pembangunan Kawasan Pulau Rempang-Eco City," tutur Uli.

"Kepolisian agar mempetimbangkan menggunakan keadilan restoratif dalam penanganan proses pidana kasus Pulau Rempang," imbuhnya.

Konflik Warga dan Aparat

Untuk diketahui, bentrok antara warga Pulau Rempang yang menolak PSN Rempang Eco-City dan polisi pecah pada 7 September 2023.

Konflik ini bermula dari adanya rencana relokasi warga di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru dalam mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi.

Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) dan BP Batam ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.

Aparat gabungan disebut memasuki wilayah perkampungan warga. Sementara warga memilih bertahan dan menolak pemasangan patok lahan sebagai langkah untuk merelokasi.

Warga yang menolak akhirnya dipukul mundur menggunakan gas air mata dan cara kekerasan. Sebanyak 7 orang warga dilaporkan ditangkap pasca insiden ini dan ditetapkan sebagai tersangka kerusuhan.

Aksi penolakan berlanjut pada Senin (11/9) di depan kantor BP Batam. Massa menyerbu kantor tersebut dengan jumlah ratusan.

Dilaporkan sebanyak 43 orang ditangkap pasca demonstrasi tersebut dengan tuduhan sebagai provokator. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI