Suara.com - Para pedagang di Pasar Tanah Abang tengah meratap. Pasar grosir terbesar di Asia Tenggara yang selama ini jadi tempat mereka menggantungkan hidup sekarang bak kuburan, sepi.
Dasril (56), salah seorang pedagang baju kaos di Blok B, Pasar Tanah Abang hanya duduk di balik meja etalase tokonya. Tak banyak aktivitas yang dilakukan Dasril selain menunggu pelanggaan.
Senyum ramah pria paruh baya itu nampak, saat jurnalis Suara.com menghampiri tokonya yang berukuran sekira 4x4 meter itu.
Tumpukan kaos dagangannya penuh sesak dalam toko. Namun hal itu tak sebanding dengan para pembeli yang datang. Dari pagi hingga siang, Dasril mengaku belum penglaris.
Baca Juga: Terbentur Regulasi dan Jam Operasional, Pasar Jaya Belum Berencana Buat Studio untuk Live Shopping
Belum ada satu pun kaos dagangannya yang laku terjual, meski siang sudah hampir beralih menjadi sore.
“Sekarang aja belum penglaris dari pagi. Belum ada penjualan satu pun,” kata Dasril kepada Suara.com saat ditemui di tokonya yang berada di Lantai 1, Blok B, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (21/9/2023).
Dasril yang telah mulai berjualan di Pasar Tanah Abang sejak tahun 1987 ini mengatakan, kondisi saat ini paling parah selama ia berdagang. Pasalnya, saat ini sudah jarang pembeli dari daerah yang datang ke Pasar Tanah Abang.
Biasanya, kata Dasril, dalam sehari bisa mengirim 2-3 karung ke daerah, salah satunya ke Sumatera. Namun saat ini, untuk menjual satu buah kaos pun sangat sulit.
Dasril sempat bertanya kepada para pelanggannya yang ada di daerah, kenapa tidak lagi order barang kepadanya. "Alasannya di sana juga lagi sepi," katanya.
Pun, jika ada order dari daerah, saat ini hanya dalam jumlah kecil. Biasanya, orang-orang di daerah yang berbelanja di tempatnya dalam jumlah besar.
“Misal kaos dalam satu model, mereka minta satu lusin, tapi sekarang satu model paling tiga potong, berbeda ukuran dalam tiap potongnya,” ujar Dasril.
Saat disinggung soal cara menutupi sewa toko, Dasril hanya pasrah. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Pasalnya, untuk mendongkrak penjualan lewat online, hingga saat ini pun belum ada pengaruh yang signifikan.
“Ya kita liat aja akhirnya gimana, kalo gak bisa bayar sewa toko ya kita pindah. Gak dagang lagi,” keluhnya.
Dasril mencoba membandikan penjulannya saat ini dengan penjualan pada 2006 silam. Saat itu, dalam sehari omsetnya bisa mencapai Rp 20 juta. Hingga saat itu, Dasril harus dibantu dengan 6 orang karyawan.
“Sekarang udah gak ada lagi karyawannya. Saya terpaksa turun sendiri,” imbuh Dasril.