Suara.com - Berbagai cara harus dilakukan pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat (Jakpus) untuk terus mendulang omzet penjualan. Salah satu cara berpindah metode periniagaan dari metode konvensional menjadi perdagangan online.
Seorang pedagang, Eka Prasetya (26) mengatakan untuk menutupi tagihan tokonya, terpaksa merambah penjualan ke metode penjualan online.
"Kalau dibilang sepi, sepi banget beda banget," kata Pras kepada Suara.com di Tanah Abang, Kamis (21/9/2023).
Meski telah mencoba merambah ke pasar online, Pras mengaku hingga saat ini tidak mampu mendongkrak omzet.
"Online juga kadang nggak bagus. Ada yang banting harga. Menurut saya itu sangat merugikan pedagang offline," ungkapnya.
Pras mengatakan, harga jual di market place relatif berbeda, meski barangnya yang ditawarkan sama. Persaingan harga itu yang membuat Pras jadi kalah saing.
"Misal saya jual celana Rp 90 ribu sampai Rp 100 ribu. Nah di online itu Rp 60 ribu sampai Rp 65 ribu, kan jauh banget itu," katanya.
Dalam sehari untuk mencari omset Rp 1 juta, Pras mengaku kelimpungan hingga harus bekerja ekstra. Sebelum pandemi, mendapatkan omset Rp3-4 dalam sehari itu hal yang biasa.
"Dulu Rp3-4 juta sehari udah biasa. Sekarang nyari Rp1juta sehari aja kayanya harus kerja ektra," tutupnya.
Pantauan Suara.com, di toko Pras, yang menawarkan beragam fashion mulai dari kaos hingga celana, tak ada satupun pengunjug.
Hanya ada Pras dan dua karyawan lainnya yang sedang bermain handphone. Tak hanya toko Pras, toko di sekitarnya pun demikian.
Bahkan, parkir mobil di setiap lantai basement sangat sepi. Dalam satu lantai, bisa terhitung jari mobil yang terparkir.
Kuli Panggul Ikut Digilas
Tak hanya berdampak ke pedagang, sepinya Pasar Tanah Abang juga dirasakan kuli panggul di pusat grosir terbesar di Asia Tenggara itu.
Kepada Suara.com, Emen bercerita, sudah berprofesi sebagai porter selama 20 tahun sejak adanya pusat perbelanjaan Blok A.
Ketika itu, kehidupan kuli panggul seperti dirinya bisa dibilang layak lantaran dalam sehari, bisa meraup cuan Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu.
"Kalau sekarang buat nyari duit Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu sehari aja susah," keluh Emen kepada Suara.com, di parkiran lantai 5 Blok A, Pasar Tanah Abang, Kamis (21/9/2023).
Bahkan saat ini, Emen berkisah sejak pagi hingga siang hari baru mendapat dua kali orderan mengangkat karung dengan upah Rp 30 ribu.
"Ini dari pagi aja baru Rp30 ribu, terus dipakai buat makan Rp 10 ribu. Jadi sekarang tinggal Rp 20 ribu," kata Emen.
Kisah Pras dan Emen di Pasar Tanah Abang itu kini menjadi sorotan wakil rakyat di Kebon Sirih. Sekretaris Komisi B DPRD Wa Ode Herlina mengungkapkan keprihatinannya.
Herlina mengaku juga kerap mendapatkan keluhan dari para pedagang.
"Saya kalau beli kerudung merah, saya ke Tanah Abang. Sering ngobrol sama teman-teman di sana dan mereka sekarang bilang sepi memang yang datang untuk belanja langsung," ujar Wa Ode kepada wartawan Senin (18/9/2023).
Lebih lanjut, Wa Ode bisa membuat regulasi agar penjualan Tanah Abang tak merosot akibat kalah saing dengan e-commerce.
"Kalau bisa ini betul-betul ada pagarnya lah kebijakan kita. Kita harus melindungi UMKM lokal gimana caranya supaya mereka eksis. Mungkin Bu Sri pasti lebih tahu lah ya," kata Wa Ode.
Wa Ode pun menyinggung soal Tiktok Shop, media sosial merangkap e-commerce yang sedang digandrungi untuk belanja. Ia menyebut aplikasi dari China ini kerap disebut pedagang sebagai penyebab sepinya pasar.
"Itu mereka bilang 'Bunda sekarang susah banget lho sejak ada TikTok Shop'. Barang-barang impor yang bekas juga luar biasa. Tolong ada pagarnya betul lah ya Bu Sri," katanya.