Suara.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek menilai ada sejumlah permasalahan dari kampanye yang boleh dilakukan di lingkungan pendidikan.
Staf Ahli Bidang Regulasi Kemendikbudristek, Nur Syarifah mengatakan permasalahan tersebut terungkap dalam diskusi yang dilakukan pihaknya bersama para rektor perguruan tinggi.
"Pertama, terjadinya pembelahan institusi-institusi pendidikan ke dalam aliran kekuatan politik tertentu selama pelaksanaan kampanye," kata Nur dalam diskusi daring, Kamis (21/9/2023).
Hal itu, lanjut dia, akan mempengaruhi suasana pembelajaran yang dilakukan di tempat pendidikan.
Baca Juga: Kampanye di Kampus Dinilai Jadi Ajang Pendekatan Pemilih dengan Peserta Pemilu
Nur juga mengatakan akan ada potensi polarisasi civitas akademika dan bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang nantinya akan berbenturan dengan netralitas PNS.
Selain itu, tambah dia, adanya kesulitan pengaturan jadwal yang adil dan tidak berpihak dengan banyaknya jumlah peserta pemilu.
"Harus ada kehatian-hatian di dalam melakukan kampanye di tempat pendidikan karena perguruan tinggi adalah tempat yang bebas terhadap aliran politik apapun,” tutur Nur.
Perlu diketahui, KPU merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 soal kampanye pemilu menyusul terbitnya putusan MK Nomor 65/2023 soal diperbolehkannya lembaga pendidikan sebagai tempat kampanye.
“Maka sebagai konsekuensi dari putusan MK nomor 65 ini, kami akan melakukan revisi PKPU itu terutama tentang larangan kampanye di tempat ibadah. Kemudian dibolehkannya kampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah,” kata Ketua KPU Hasyim Asy'ari kepada wartawan, Rabu (30/8).
Baca Juga: 3 Aplikasi dan Website Kemendikbudristek yang Membantu Ketika Menulis