Suara.com - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho menyatakan Johanis Tanak bersalah melakukan pelanggaran etik.
Albertina Ho menjadi satu-satunya dari tiga anggota majelis sidang yang memiliki pandangan berbeda atau dissenting opinion atas dugaan komunikasi dengan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Muhammad Idris Froyoto Sihite, pihak yang sedang berperkara di KPK.
Albertina menyatakan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak terbukti bersalah dengan sejumlah pertimbangan. Satu di antaranya menyebut, Tanak telah berkomunikasi dengan Idris Sihite pada tanggal 27 Maret 2023 melalui pesan WhatsApp. Tanak disebut mengirimkan tiga pesan.
"Terperiksa dalam Berita Acara Klarifikasi (BAK) tanggal 29 Mei 2023 yang telah ditandatangani oleh terperiksa (Tanak)," kata Albertina saat sidang di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (21/9/2023).
Baca Juga: Dewas KPK Putuskan Johanis Tanak Tak Langgar Kode Etik soal Komunikasi dengan Idris Froyoto
"Dalam BAK, terperiksa menerangkan bahwa tiga pesan tersebut berasal dari temannya seorang pengusaha yang bernama Indra yang meminta bantuan terperiksa, sehingga menurut Anggota Majelis, keterangan terperiksa dalam persidangan tersebut tidak beralasan dan harus dikesampingkan."
Belakangan tiga pesan yang dikirimkan itu kemudian dihapus oleh Tanak, karena khawatir menimbulkan permasalahan.
"Menurut Anggota Majelis hal ini menunjukan bahwa terperiksa (Tanak) telah menduga adanya benturan kepentingan apalagi terperiksa hanya menghapus tiga pesan, sementara pesan yang lain tidak.
Selain itu, terperiksa mengetahui saksi Mohamad Idris Froyoto Sihite telah menjawab 'siap.' Hal ini menunjukkan Terperiksa menyadari adanya benturan kepentingan," kata Albertina.
"Disamping itu pula keterangan terperiksa tersebut dikuatkan oleh Saksi Mohamad Idris Froyoto Sihite yang menyatakan meskipun belum membuka dan membaca tiga pesan yang dikirimkan oleh terperiksa (Tanak) secara lengkap, namun sempat melihat ada nama perusahaan pada notifikasi pesan masuk melalui WA yang diterima dari terperiksa yang kemudian dihapus oleh terperiksa," sambungnya.
Baca Juga: Diadukan ke Dewas karena Bertemu Tahanan KPK, Johanis Tanak Klaim Tak Kenal Dadan Tri Yudianto
Kemudian, pada April 2023, saat mengikuti gelar perkara atau ekpose penyelidikan kasus izin usaha tambang atau IUP di Kementerian ESDM, Tanak tidak memberitahukan komunikasinya dengan Idris Sihite.
"Dalam ekspos tersebut nama dan foto saksi Mohamad Idris Froyoto Sihite tampil dalam paparan. Pada saat itu, saksi Mohamad Idris Sihite disebutkan menjabat sebagai Plh Dirjen Minerba pada Kementerian ESDM. Kemudian berdasarkan hasil ekspose tersebut. pimpinan lalu menandatangani Surat Perintah Penyelidikan," katanya.
Karena tidak memberitahukan kepada pimpinan, Tanak disebut melanggar, Pasal 4 ayat (1) huruf J PerDewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021.
"Bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas terperiksa (Tanak) telah terbukti secara sah dan meyakinkan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai komunikasi yang telah dilaksanakan dengan pihak lain, yang diduga menimbulkan benturan kepentingan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi," kata Albertina.
Pandangan Albertina itu berbeda dengan pandangan dua majelis lainnya, yakni anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris dan Harjono, yang sepakat menyebut, Tanak tidak terbukti melakukan pelanggaran etik.
"Menyatakan terperiksa saudara Dr Johanis Tanak S.H. M. Hum. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK," kata Anggota Dewas KPK Harjono.
Mereka meminta agar hak dan martabat Tanak dipulihkan sebagai pimpinan KPK.
"Memulihkan hak terperiksa saudara Dr Johanis Tanak SH, MHum. dalam kemampuan dan harkat serta martabatnya pada keadaan semula," kata Harjono.