Suara.com - Di benak orang-orang Pasar Tanah Abang pasti selalu ramai, manusia hilir mudik berdesak-desakan. Tapi itu dulu, kini pasar grosir terbesar di Asia Tenggara tak seperti biasanya, sepi. Ya sepi.
Kamis siang (14/9/2023) lalu, jurnalis Suara.com mendatangi pasar yang telah berdiri sejak 1735 silam itu. Kondisinya memang sudah tak seramai tahun-tahun sebelumnya, terutama sebelum wabah Covid-19 melanda.
Di blok B, banyak los atau toko yang tutup. Tak sedikit di pintu-pintu toko tertempel tulisan "Dikontrakkan".
Mayoritas toko di Tanah Abang yang tutup yakni berada di lantai 3 hingga 5. Makin ke atas, makin sedikit toko yang buka. Pun para pengunjung, hampir tidak ada yang menyambangi lokasi tersebut, miris.
Baca Juga: Tak Sedang Bercanda, Menteri Teten Sebut Sepinya Pasar Tanah Abang Bakal Permanen
Hanya ada beberapa pegawai toko terlihat beristirahat di depan toko yang tertutup rolling door.
Salah satu pedagang yang berada di lantai 5 blok B Pasar Tanah Abang, Retno mengaku hanya bisa pasrah dengan kondisi seperti ini. Meski hanya sebagai penjaga toko, kondisi ini juga berdampak pada dirinya.
Ia mengaku, sebelum Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia, omset tokonya bisa mencapai Rp 7-8 juta per hari. Namun kini dalam sebulan, pendapatan tokonya hanya berkisar Rp 500 ribu per bulan.
"Biasanya saya itu digaji Rp 3,5 juta, tapi kondisi kaya gini hanya digaji Rp 1,5. Tapi untungnya gak pernah telat,” kata Retno kepada Suara.com.
Dengan kondisi itu Retno ikhlas, ia tak keberatan upahnya sebagai penjaga toko turun, ia masih merasa beruntung lantaran tidak dipecat seperti rekan-rekannya yang lain. Total ada lima orang seprofesinya yang menjadi pengangguran akibat kondisi seperti ini.
Baca Juga: Tinjau Langsung, Menteri Teten "Ngenes' Lihat Kondisi Pedagang Pasar Tanah Abang
“Semuanya (penjaga toko) udah pada habis, tadinya ada enam pegawai. Tapi kondisi kaya gini jadi tinggal saya pegawai satu-satunya," ungkap Retno.
Nasib miris juga dialami bos Retno, ia mengaku sebelumnya sang bos memiliki tiga unit toko di Tanah Abang. Namun kini tersisa satu toko saja, yang dua sudah lama gulung tikar.
Retno mengatakan, kondisi Pasar Tanah Abang saat ini membuat para pedagang dan pemilik usaha memutar otak agar bisa mendulang omset. Salah satunya dengan berdagang melalui online.
Namun hal itu tidak membuat toko yang dijaga Retno mengalami perubahan. Berjualan online tidak cukup membantu meraup cuan.
"Buka di online juga sudah. Bahkan juga sempat jualan lewat live, tapi meski sudah live selama dua jam, kadang hanya satu baju yang terjual bahkan pernah tak ada satupun yang laku," tutur perempuan berhijab itu.
Ia menyebut, susah jualan di online karena kalah dengan penjual atau pihak yang menggandeng influencer yang memang memiliki banyak pengikut atau followers di akun sosial media. Selain itu, biasanya penjual yang dagangannya laris dibeli karena mereka obral promo gratis ongkir (ongkos kirim).
"Biasanya kalau garmen itu bisa ngasih gratis ongkir karena harganya masih masuk, tapi kalau saya ini kan hitungannya butik, kalau udah ngasih diskon terus gratis ongkir gak masuk harganya," ujarnya.
Selanjutnya beralih ke jualan online
Pembeli Pilih Belanja Online
Sementara itu, cerita tak jauh beda juga diutarakan salah seorang pedagang baju kebaya di Blok B Pasar Tanah Abang, Rizky Utama (29). Ia mengaku ikut jualan online lewat live di sosial media sejak tiga bulan lalu. Hal itu agar ia dapat meraup cuan lebih banyak meski telah memiliki tiga deret toko.
Saat ditemui Suara.com, Rizky sedang sibuk memperhatikan aplikasi di ponselnya. Sementara ada salah seorang pegawai sedang 'cuap-cuap' menawarkan produk di depan gawai yang sedang online.
Untuk menambah penerangan, di dekat ponsel tersebut terpasang dua buah lampu berbentuk bulat. Tak jarang wanita yang sedang memasarkan produk menekan bel, tanda jika barang yang pasarkannya sedang diskon.
“Sekarang lebih banyak orang beli lewat live gini. Selain ada diskon, kadang juga ada promo gratis ongkos kirim,” ujar Rizky.
Rizky melihat ada perubahan perilaku masyarakat pasca-Covid-19. Setelah pandemi, masyarakat jadi malas datang untuk berbelanja. Nah, jika ia tidak beralih ikut berjualan lewat sosial media, tokonya terancam gulung tikar.
“Kalau enggak dibantu jualan online pasti gak masuk omset,” katanya.
Dari pengamatan Suara.com, Pasar Tanah Abang tak hanya sepi pengunjung. Terlebih kondisi pertokoan di lantai tiga ke atas. Jarang sekali pengunjung yang mau naik ke sana, lantaran kondisi penerangannya pun minim karena banyak toko yang tutup.
Tak hanya itu, untuk eskalator di dalam kawasan perbelanjaan tersebut banyak mengalami gangguan. Kerap ditemui eskalator yang mati atau berjalan melambat.
Selanjutnya apa kata DPRD DKI?
DPRD Minta Pemprov DKI Bikin Aturan Live Shop
Di sisi lain, Sekretaris Komisi B DPRD Wa Ode Herlina mengaku prihatin dengan kondisi Pasar Tanah Abang yang sepi lantaran kalah saing dengan e-commerce. Ia mengaku kerap mendapatkan keluhan dari para pedagang.
"Saya kalau beli kerudung merah, saya ke Tanah Abang. Sering ngobrol sama teman-teman di sana dan mereka sekarang bilang sepi memang yang datang untuk belanja langsung," ujar Wa Ode kepada Suara.com, Senin (18/9/2023).
Karena itu, Wa Ode meminta ada regulasi khusus agar penjualan Tanah Abang tak merosot akibat kalah saing dengan e-commerce.
"Kalau bisa ini betul-betul ada pagarnya lah kebijakan kita. Kita harus melindungi UMKM lokal gimana caranya supaya mereka eksis. Mungkin Bu Sri pasti lebih tahu lah ya," kata Wa Ode.
Wa Ode pun menyinggung soal Tiktok Shop, media sosial merangkap e-commerce yang sedang digandrungi untuk belanja. Ia menyebut aplikasi dari China ini kerap disebut pedagang sebagai penyebab sepinya pasar.
"Itu mereka bilang 'Bunda sekarang susah banget lho sejak ada TikTok Shop'. Barang-barang impor yang bekas juga luar biasa. Tolong ada pagarnya betul lah ya Bu Sri," ujar dia.
(Tim Liputan: Faqih Fathurrahman dan Fakhri Fuadi)