Suara.com - Mantan Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Agustiawan, membantah telah merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun dalam perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2014. Karen kekinian sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan KPK.
"Kalau dibilang marak ada kerugian, kerugian itu diakibatkan karena masa pandemi di tahun 2020 dan 2021," kata Karen dikutip pada Rabu (20/9/2023).
Namun katanya, pandemi atau tidak Pertamina seharusnya tetap bisa mendapatkan keuntungan.
"Karena berdasarkan dokumen yang ada tahun 2018 Oktober, Pertamina bisa menjual ke BP dan sentrafigura, dengan nilai positif 71 cent per mm BPU," ujarnya.
Baca Juga: KPK Periksa Suami Maia Estianty Irwan Mussry Hari Ini, Kasus Apa?
Dia juga membantah kerja sama dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat untuk pengadaan LNG, bukan keputusan yang diambilnya secara pribadi.
"Namun saya ingin menjelaskan bahwa aksi korporasi ini dilakukan untuk mengikuti perintah jabatan saya berdasarkan Perpres 2006 terkait energy mix bahwa gas harus 30 persen. Terus Inpres Nomor 1 tahun 2010 dan Inpres Nomor 14 tahun 2014," katanya.
"Jadi pengadaan LNG ini bukan aksi pribadi, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan inpres yang tadi saya sebut," imbuhnya.
Dalam perkara ini, Karen diduga merugikan negara sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun. Hal itu terjadi karena saat menjabat sebagai direktur utama Pertamina periode 2009-2014, Karena mengambil keputusan sepihak menjalani kerja sama dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Kerja sama untuk pengadaan LNG dilakukan Karen, tanpa melalui kajian dan melapor ke Dewan Komisaris PT Pertamina Persero. Atas hal itu seluruh kargo LNG yang dibeli tidak terserap di pasar domestik, dan akhirnya dijual rugi ke pasar internasional.
Baca Juga: Anies Sepakat KPK Harus Diawasi: Tak Ada Malaikat di Negeri Ini, Semuanya Manusia