Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut menyoroti soal kasus produksi film porno atau bokep yang diproduksi di Jakarta Selatan. Dikhawatirkan munculnya industri film esek-esek akan mengancam anak-anak.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah mengatakan, Indonesia sudah menjadi produsen konten pornografi yang sistematis layaknya sebuah industri. Pemerintah diminta memperkuat program literasi digital di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak.
Apalagi sebelumnya, di awal Agusutus 2023, Polda Metro Jaya juga menangkap dua terduga pelaku penjual video gay anak (video gay kids/VGK). Kasus tersebut disebutnya berdampak serius pada kehidupan sosial dan psikologis anak-anak yang menjadi korban.
“Ini baru beberapa kasus yang berhasil diungkap, sehingga kami berkepentingan mengetahui sejauh mana produksi konten itu. Menyasar pada pasar anak-anak, atau mungkin merekrut aktor-aktor anak? Tidak boleh berhenti dari sekadar membongkar proses pornografi, tetapi harus diusut sampai ke akar,” ujar Ai kepada wartawan, Selasa (20/9/2023).
Baca Juga: Ujang Ronda Cuma Dibayar Rp500 Ribu Bintangi Film Esek-Esek: Nafkah untuk Anak Bini Pas Covid
Menurutnya, pemahaman akan akar masalah yang mendasari maraknya sebuah konten pornografi juga diperlukan. Selain UU dan literasi digital, integrasi pendidikan seksual di sekolah juga harus dilakukan secara masif.
"Termasuk di sektor pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak dari Kominfo yang bertanggung jawab atas literasi digital," ucapnya.
Ia juga berharap Kemenkominfo memperkuat pengawasan terhadap konten pornografi di situs-situs dan media sosial tanpa harus menunggu kasusnya terbongkar oleh kepolisian. Masyarakat juga diminta aktif melaporkan konten pornografi yang ditemukan.
“Penegakan hukum mulai dari ranah kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan yang memberantas konten pornografi juga harus ditegakkan," katanya.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengatakan, pornografi telah menjadikan tubuh perempuan sebagai komoditas untuk diumbar atau dieksploitasi. Komnas Perempuan mencatat, dalam kasus pornografi perempuan merupakan kelompok paling rentan direviktimisasi.
Baca Juga: Meli 3GP Ngaku Dipaksa Irwansyah Bintangi Film Bokep, Dibayar Rp1 Juta untuk Sekali Syuting
Bagi Rainy, pembuatan konten porno ini sangat terkait dengan hukum penawaran dan permintaan. Oleh karena itu, pembuatan-pembuatan konten tersebut dapat diselesaikan jika tidak ada peminatnya.
“Sebab itu literasi digital merupakan hal penting di era digital ini. Sudah saatnya pemerintah mengevaluasi pendidikan publik terkait kesadaran dan kecerdasan digital, dimulai dalam keluarga,” ujar dia.