Suara.com - Calon pengantin yang melakukan foto prewedding pemicu kebakaran Gunung Bromo akhirnya meminta maaf atas kesalahan mereka. Ini setelah rombongan calon pengantin, termasuk fotografer dan wedding organizer (WO), menggunakan flare dalam sesi pemotretan.
Hendra Purnama, calon pengantin pria, meminta maaf atas kebakaran yang terjadi di Bukit Teletubbies, Gunung Bromo. Ia mengaku tidak menduga penggunaan flare dapat memicu dampak luar biasa fatal.
Adapun permohonan maaf disampaikan Hendra bersama ketiga kru WO lainnya di depan tetua dan sesepuh Suku Tengger di Balai Desa Ngadisari, Sukapura, Kabupaten Probolinggo pada Jumat (15/9/2023).
"Kami meminta permohonan maaf sedalam-dalamnya. Permohonan maaf ini kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Adat Tengger. Tak lupa saya sampaikan maaf ini kepada bapak Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Pemerintah Daerah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia," kata Hendra.
Baca Juga: Periksa 14 Saksi, Polres Jakpus Telurusi Dugaan Unsur Pidana dalam Kebakaran Museum Nasional
Walau sudah meminta maaf, tetapi pihak calon pengantin pemicu kebakaran di kawasan Gunung Bromo malah berniat untuk balas menuntut. Mereka tidak mau menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan atas kejadian tersebut.
Sementara itu, Sarwo Slamet, salah seorang warga Tengger, menanggapi permintaan maaf tersebut. Pihaknya tetap menegaskan kebakaran yang berdampak hingga ratusan hektar lahan itu sangat disayangkan, mengingat itu termasuk kawasan yang disucikan.
Mengenai hal itu, berikut ini serba-serbi aksi pembelaan calon pengantin yang membakar Gunung Bromo dengan flare.
Berupaya memadamkan dengan air mineral
Hendra mengaku sempat berusaha memadamkan api setelah flare menyambar savana di Gunung Bromo. Namun kondisi savana yang kering dan keterbatasan air, membuat api cepat menjalar.
Baca Juga: Kebakaran Museum Nasional Diperkirakan Rusak Sejumlah Koleksi 'Mahal'
Adapun Hendra mengaku berupaya memadamkan api dengan menyiramkan air dalam botol mineral.
Tidak mau disalahkan sendiri
Mustaji selaku kuasa hukum manajer WO dan calon pengantin, menyampaikan insiden kebakaran yang ditimbulkan kliennya ini bukan semata-mata salah mereka. Menurutnya, petugas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) juga melakukan kesalahan karena lemah mengawasi lokasi wisata.
Selain itu, petugas TNBTS juga dinilai lalai karena tidak melakukan pengawalan atau imbauan kepada pengunjung, termasuk terkait penggunaan flare yang berpotensi membahayakan lingkungan.
"Kesalahan tidak hanya ada di klien kami. (Kesalahan juga) ada dari petugas TNBTS, di mana seharusnya dalam aturan pengelolaan wisata itu harus ada pengawalan atau himbauan kepada pengunjung," kata Mustaji dalam video diunggah akun gosip Lambe Turah.
"Jadi pengunjung tidak dibiarkan begitu saja setelah bayar (harusnya diawasi). (Jangan sampai) pengunjung berkeliaran sampai merusak tanaman-tanaman di situ, seperti kata kepala desa," sambungnya.
Menilai seharusnya ada pemeriksaan barang pengunjung
Mustaji melanjutkan, hanya pihak TNBTS yang mengetahui situasi di kawasan tersebut. Karena itu, lanjutnya, seharusnya petugas mampu melakukan deteksi dini sebagai pencegahan.
Salah satunya adalah pengelola wisata kawasan Gunung Bromo seharusnya memeriksa barang bawaan pengunjung.
Menuntut balik pihak TNBTS
Tak hanya itu, Mustaji juga mengatakan kliennya berniatt menuntut pertanggungjawaban hukum atas kejadian kebakaran tersebut. Tuntutan tersebut akan ditujukan kepada petugas TNBTS.
Pasalnya, Mustaji mengklaim calon pengantin yang rencananya akan menikah pada akhir bulan Desember itu tidak membawa barang mudah terbakar. Bahkan, ia juga mengklaim kliennya sudah berusaha memandamkan api.
"Niat awal dari klien kami untuk (pemotretan) preweddding, ada rencana pernikahan di bulan Desember. Klien kami bawa barang yang menurut (mereka) tidak mudah terbakar. Klien kami sudah berusaha untuk memadamkan (api), bukan kata netizen (mereka) membiarkan (api). Itu tidak benar," kata Mustaji.
Salahkan tak ada fasilitas umum dan pemadam kebakaran
Hasmoko yang juga kuasa hukum pasangan prewedding, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi. Hasilnya, ia akan menuntut pihak TNBTS karena tidak adanya sistem keamanan pengunjung, serta fasilitas umum.
Hal tersebut disampaikannya saat sang klien menyatakan permintaan maaf. Adapun fasilitas yang dimaksud Hasmoko adalah alat pemadam kebakaran, sampai fasilitas lain jika ada kebakaran.
"Setelah kami investigasi, tentunya akan ada langkah-langkah hukum dari kami melaporkan pihak-pihak terkait, berkaitan dengan tidak adanya sistem keamanan kepada pengunjung termasuk juga fasilitas umum," kata Hasmoko.
Sebagai informasi, kepolisian telah menetapkan AP (41) yang merupakan manajer WO sebagai tersangka. Alasannya, ketika masuk ke TNBTS, AP tidak memiliki Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi, yang artinya ia menyalahi aturan.
Atas perbuatannya, tersangka terancam pidana sesuai Pasal 188 kUHP, dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma