Suara.com - Wakil Ketua MPR RI Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mendesak pemerintah untuk mengedepankan pendekatan persuasif dalam menyelesaikan persoalan investasi dan pembangunan proyek strategis nasional (PSN).
Desakan tersebut disampaikan, berkaca dari kasus kericuhan di Pulau Rempang, Batam dalam kaitannya dengan pembangunan Rempang Eco City. Menurut Syarief Hasan, pembangunan itu dinilai hanya menyisakan preseden buruk dalam menggenjot investasi.
Masih menurutnya, investasi tidak bisa dilaksanakan dengan peminggiran hak-hak sosial, budaya, dan ekonomi rakyat. Lantaran itu, ia mengemukakan investasi haruslah berwujud humanis.
"Investasi tentu sangat penting dalam menopang pertumbuhan. Namun jika investasi itu hanya menyisakan luka bagi rakyat, maka jelas pelaksanaan investasi itu mesti dievaluasi. Pemerintah harus melakukan sosialisasi setiap pembangunan, namun pada saat bersamaan hak-hak hidup rakyat juga harus dijamin," kata Syarief kepada wartawan, Sabtu (16/9/2023).
Baca Juga: Komnas HAM Sebut Penambahan 400 Personel Polisi di Rempang Justru Picu Eskalasi Konflik
"Apa yang terjadi di Rempang adalah bentuk pembangunan yang memilukan. Pemerintah harus menyelesaikan perkara investasi ini dengan tepat dan dialogis," sambungnya.
Menurutnya, bentuk-bentuk pemaksaan investasi justru akan menimbulkan antipati dari rakyat.
"Ini akan memicu pertanyaan: sesungguhnya investasi itu ditujukan untuk apa dan buat siapa? Apakah rakyat adalah tujuan dari investasi dan pembangunan? Deretan pertanyaan ini haruslah menjadi dasar dari segala bentuk rencana pembangunan. Pemerintah tidak bisa menihilkan rakyat dalam setiap pengambilan kebijakan publik, apalagi jika itu diiringi dengan praktik-praktik kekerasan," tuturnya.
Ia mengatakan, kasus kekerasan di Rempang ini bukanlah yang pertama terjadi. Sudah banyak kasus serupa, kata dia, namun terus saja berulang.
Menurutnya, hal itu menandakan perlunya berpikir ulang terkait hakikat pembangunan, serta bagaimana posisi rakyat dalam pembangunan itu sendiri.
Baca Juga: Sepakat Warga Pulau Rempang Tak Direlokasi, Komnas HAM: Mereka Harus Diberi Ruang Hidup
Bila mengukur keberhasilan investasi hanya dari realisasi pembangunan fisik belaka, menurutya, jelas ada kekeliruan kebijakan yang nyata. Rakyat adalah tujuan, bukan alat pembangunan.
"Pembangunan Rempang Eco City ini penting, namun yang lebih penting adalah memastikan pembangunan ini tidak mengorbankan rakyat," ujarnya.
"Tugas pemerintah, khususnya pembuat kebijakan dan regulator dalam menjaga keseimbangan antara investasi dan hak hidup rakyat. Janganlah kedua hal ini dipandang berbeda secara diametral, vis a vis, saling menegasikan. Investasi yang bermutu adalah yang humanis dan berdimensi kemanusiaan," imbuhnya.
Kasus Rempang
Pembahasan Rempang menempati trending topik Twitter dalam empat hari terakhir. Netizen bahkan mencuitkan kata 'Rempang' lebih dari 80 ribu kali di Twitter (media sosial X).
Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City akan dihadirkan pada Pulau Rempang, Batam. Nantinya, Rempang Eco City menjadi lokasi pabrik yang dikelola oleh produsen kaca asal China, Xinyi Glass Holdings.
Mereka akan membangun pabrik pengolahan dengan nilai investasi fantastis sebesar 11,5 miliar dolar AS atau Rp 177 triliun. Petinggi PWMU dan PBNU kompak meminta pemerintah untuk menghentikan atau mengevaluasi proyek Rempang Eco City.
Dikutip dari BBC News Indonesia--jaringan Suara.com, konflik Rempang membuat kampung adat berusia dua abad terancam digusur.
Belasan kampung adat di Rempang terancam hilang apabila proyek besar itu dilaksanakan. Salah satu dari 16 kampung adat di Pulau Rempang, terancam digusur untuk pembangunan proyek strategis nasional, Rempang Eco City.
Kampung Tanjung Banon terletak di ujung selatan Pulau Rempang. Warga menyebut kampung tersebut sudah 200 tahun berada di sana.
Kini, Kampung Tua itu terancam digusur demi pembangunan Rempang Eco City yang digadang-gadang akan menyerap ribuan tenaga kerja. Warga Tanjung Banon pun diselimuti rasa cemas. Warga yang mayoritas bekerja sebagai nelayan takut rumah mereka digusur ketika mencari ikan di laut.
Presiden RI Jokowi sudah buka suara terkait konflik di Rempang. Menurutnya, ini hanya masalah komunikasi di bagian bawah. Ia meminta aparat tidak represif kepada masyarakat Rempang.
Selain itu, Jokowi mengungkap bahwa warga yang direlokasi akan diberi lahan 500 meter dan bangunan tipe 45.