Sampaikan Pandangan dan Sikap soal Rempang-Galang, PBNU Soroti Pola Komunikasi Pemerintah hingga Singgung soal Haram

Jum'at, 15 September 2023 | 16:04 WIB
Sampaikan Pandangan dan Sikap soal Rempang-Galang, PBNU Soroti Pola Komunikasi Pemerintah hingga Singgung soal Haram
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf. [Biro Pers Sekretariat Presiden/Rusman]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memandang perlu untuk turut menyampaikan pandangan dan sikap terkait persoalan Rempang-Galang.

Melalui Ketua Umum Yahya Cholil Staquf, PBNU mencatat beberapa poin yang menjadi pandangan dan sikap mereka.

Pertama, dalam pandangan PBNU, pesoalan Rempang-Galang merupakan masalah yang terkait pemanfaatan lahan untuk proyek pembangunan. Persoalan semacam ini terus berulang akibat kebijakan yang tidak partisipatoris, yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan kebijakan hingga pelaksanaannya.

"Hal ini kemudian diperparah oleh pola-pola komunikasi yang kurang baik, PBNU meminta dengan sungguh-sungguh kepada pemerintah agar mengutamakan musyawarah (syura’) dan menghindarkan pendekatan koersif," kata Yahya melalui keterangan tertulis, Jumat (15/9/2023).

Yahya menyampaikan, Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah pada Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama telah membahas persoalan pengambilan tanah rakyat oleh negara. PBNU berpandangan bahwa tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram.

Baca Juga: Pemerintah Disebut Sengaja Tutup Faskes dan Sekolah di Rempang Supaya Warga Mau Direlokasi

Namun demikian, dikataan Yahya, PBNU perlu menegaskan kembali agar menjadi perhatian semua pihak bahwa hukum haram tersebut jika pengambilalihan tanah oleh pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang. Hasil Bathsul Masail tersebut tidak serta merta dapat dimaknai menghilangkan fungsi sosial dari tanah sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan konstitusi kita.

"Pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil-alih tanah rakyat dengan syarat pengambilalihan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan, dengan tujuan untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan tentu harus menghadirkan keadilan bagi rakyat pemilik dan/atau pengelola lahan," kata Yahya.

Ketiga, PBNU mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki pola-pola komunikasi dan segera menghadirkan solusi penyelesaian persoalan ini, dengan memastikan agar kelompok yang lemah (mustadh’afin) dipenuhi hak-haknya, serta diberikan afirmasi dan fasilitasi.

Keempat, PBNU mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih meyakinkan masyarakat mengenai pentingnya proyek strategis nasional dan kemaslahatannya bagi masyarakat umum.

"Serta memastikan tidak adanya perampasan hak-hak serta potensi kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam," kata Yahya.

Sengketa Pulau Rempang Batam kini menjadi fokus pemerintah untuk segera diselesaikan. (tangkapan layar/Ist)
Sengketa Pulau Rempang Batam kini menjadi fokus pemerintah untuk segera diselesaikan. (tangkapan layar/Ist)

Kelima, PBNU selalu membersamai dan terus mengawal perjuangan rakyat untuk mendapatkan keadilan melalui cara-cara yang sesuai kaidah hukum dan konstitusi.

Baca Juga: ICW Kritik Kapolri Kirim 400 Personel Polisi Tambahan ke Pulau Rempang: Bikin Warga Merasa Terintimidasi

"Selanjutnya, PBNU juga mengimbau kepada masyarakat Rempang-Galang agar menenangkan diri dengan memperbanyak zikir serta taqarrub kepada Allah, serta tetap memelihara sikap husnudhon terhadap pemerintah dan aparat keamanan," kata Yahya.

"Semoga kita senantiasa mampu mengambil pelajaran demi kemajuan kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI