Suara.com - Istilah ‘Politik Identitas’ seakan telah lekat dengan perhelatan pesta demokrasi di Indonesia, baik itu pemilihan kepala daerah (Pilkada) ataupun pemilihan presiden (Pilpres).
Jika mendengar istilah tersebut, ingatan publik seakan kembali pada peristiwa Pilkada DKI Jakarta 2017, dimana ketika itu kelompok pendukung Anies-Sandi dianggap menggunakan simbol-simbol agama untuk menekuk lawan mereka, yakni Ahok-Djarot.
Pada Pilpres 2019, istilah politik identitas juga terdengar. Dalam kajiannya, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mencatat, isu SARA, politik identitas hingga ujaran kebencian masih mewarnai masa kampanye yang berlangsung selama lima bulan.
Lantas bagaimana dengan Pilpres 2024, apakah narasi politik identitas masih akan mewarnai? Dalam sejumlah kesempatan, sejumlah bacapres masih mencoba menggunakan simbol agama untuk menarik perhatian masyarakat.
Baca Juga: Anies Baswedan: PKB Memang Kawan Baru tapi PKS Tak akan Terlupa
Lantas seperti apa narasi politik identitas yang mulai muncul jelang Pilpres 2024? Berikut ulasannya.
Ganjar Pranowo muncul dalam tayangan azan
Belakangan ini, kemunculan bacapres Ganjar Pranowo dalam tayangan azan di salah satu televisi swasta menjadi perbincangan hangat publik.
Sosok Ganjar mendadak muncul dalam tayangan azan jelang pendaftaran pasangan calon (paslon) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang direncanakan bulan depan.
Karena itu pula, muncul sejumlah anggapan kalau kemunculan Ganjar dalam azan tersebut merupakan bentuk dari politik identitas jelang Pilpres 2024.
Baca Juga: Prabowo Bolehkan Rakyat Terima Uang dari Parpol, KPK: Itu Tindakan Koruptif!
Namun hal itu ditepis oleh PDI Perjuangan, selaku parpol yang mengusung Ganjar. Sekretaris Jenderap PDIP Hasto Kristianto mengatakan, kemunculan Ganjar dalam azan itu bukanlah politik identitas.
Menurut dia, hal itu merupakan gambaran religiusitas Ganjar yang natural dan tidak dibuat-buat, sebagaimana sosoknya memang dekat dengan kalangan umat Islam.
Partai Ummat tegas usung politik identitas
Tak seperti partai politik lainnya yang seakan enggan citranya tercemar dengan politik identitas, Partai Umat justru secara terang-terangan mengaku mengusung politik identitas.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum DPP Partai Umat Ridho Rahmadi yang menyatakan mengusung identitas Islam sebagai strategi untuk memenangkan Pemilu 2024.
"Kita akan secara lantang mengatakan, ya kami Partai Ummat, dan kami adalah politik identitas," kata Ridho dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pertama Partai Ummat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (13/2/2023).
Tak hanya itu, Ridho juga menyatakan, penentangan terhadap politik identitas adalah sebuah wacana yang menyesatkan.
Menurutnya, menghilangkan politik indentitas sama saja dengan menentang moralitas agama dalam dunia politik.
"Partai Ummat secara khusus akan melawan, dengan cara yang beradab dan elegan, narasi latah yang kosong dan menyesatkan, yaitu politik identitas," imbuhnya.
Partai NasDem bersihkan Anies dari cap Politik Identitas
Hingga kini, sosok bacapres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan seakan masih lekat dengan cap sebagai Bapak Politik Identitas.
Hal itu mengacu pada Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, dimana kubu pasangan Anies-Sandi dianggap mengunakan isu SARA untuk mengalahkan lawannya, yakni pasangan Ahok-Djarot.
Dan untuk membersihkan citra tersebut, Partai NasDem mengaku akan menerapkan sejumlah strategi jelang Pilpres 2024.
Wakil Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim mengatakan, langkah pertama yang akan dilakukan adalah melawan narasi yang ada di media sosial.
Partai besutan Surya Paloh itu juga akan menyosialisasikan rekam jejak Anies yang terkait dengan keberagaman dan toleransi.
Menurut Hermawi, sosok Anies yang demikian tercermin selama lima tahun kepemimpinan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Menag imbau publik tak pilih calon yang jadikan agama alat politik
Terkait dengan politik identitas yang seakan telah menjadi bagian pesta demokrasi di Indonesia, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau publik tidak memilik pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik.
Imbauan menag itu tarcantum dalam siaran pers resmi Kementerian Agama pada Senin (4/9/2023) silam.
"Kita lihat calon pemimpin ini pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingannya atau tidak. Kalau pernah, jangan dipilih," kata Yaqut.
Kontributor : Damayanti Kahyangan