Suara.com - Aparat gabungan gabungan yang dimotori kepolisian melakukan tindakan represif dalam penghadapi masyarakat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis 7 September 2023. Warga yang menolak digusur di tanah mereka untuk proyek pembangunan itu mengalami kekerasan dari aparat, bahkan kepolisian menambakkan gas air mata untuk menghalau warga.
Cara-cara represif aparat itu menuai kritikan dari berbagai kalangan, termasuk Pergerakan Advokat Indonesia.
“Peristiwa ini menambah panjang daftar tindakan represif aparat kepolisian terhadap warga. Ini harus dihentikan,” kata Heroe Waskito, Ketua Umum Pergerakan Advokat dalam keterangan pers, Senin (11/9/2023).
Seperti diketahui, peristiwa bentrokan ini terjadi saat warga menolak pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City, di Pulau Rempang. Saat itu, tim gabungan yang hendak mengukur lahan dan memasang patok mendapat perlawanan dari warga.
Baca Juga: Insiden yang Terjadi di Rempang Eco City Mendapat Perhatian Khusus Anggota Parlemen
Sebanyak 16 kampung adat di Pulau Rempang dan Pulau Galang, Kepulauan Riau terancam tergusur oleh pembangunan proyek strategis nasional bernama Rempang Eco City. Rencananya kawasan ini akan dikembangkan menjadi kawasan industri, pariwisata, perdagangan, dan jasa.
“Kejadian seperti ini mengingatkan kita semua, pada situasi era rezim Orde Baru. Dimana aparat bertindak represif terhadap masyarakat yang menolak atau menyampaikan protes terhadap suatu proyek pembangunan,” kata Heroe yang juga aktivis gerakan mahasiswa era 80’an ini.
“Bila kepolisian terus seperti ini, maka masyarakat akan menilai bahwa kepolisian saat ini tidak jauh berbeda dengan zaman Soeharto. Tentu ini tidak baik bagi kepolisian. Termasuk akan berdampak buruk bagi pemerintahan Presiden Jokowi.”
Menurut Heroe, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu segera mengevaluasi jajarannya terkait peristiwa tersebut, dari mulai aparat di lapangan sampai Kapolda Kepri. Termasuk Komnas HAM perlu segera melakukan investigasi terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut.
“Polri sudah mempunyai berbagai peraturan yang mengatur prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian. Kapolri perlu mengevaluasi apakah jajarannya benar-benar telah memahami peraturan tersebut,” ujarnya.
Baca Juga: Sesalkan Bentrokan di Pulau Rempang, Puan Imbau Aparat Lebih Humanis dan Persuasif
Selain itu, Heroe juga meminta kepolisian untuk segera melepaskan warga yang ditangkap atas kejadian tersebut.
“Terkait penahanan tujuh warga yang ditangkap saat kejadian, jangan sampai ada kriminalisasi. Sekali lagi, jangan sampai cara-cara Orba diterapkan kembali dalam pengelolaan negara, termasuk dalam penegakan hukum,” tandas Heroe.