Suara.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU tidak boleh digunakan sembarangan.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi pertanyaan soal adanya usulan koalisi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin berubah nama dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan menjadi Koalisi PBNU.
"Ya nanti teman-teman PBNU yang menanggapi. Nama kan nggak boleh dipakai sembarang, nama itu ada filosofinya, nama itu ada aspek transedentalnya, nama itu ada komitmen bagi bangsa dan negara," kata Hasto ditemui di Kantor DPD PDIP Banten, Serang, Banten, Minggu (10/9/2023).
"Mencerminkan tradisi kultural dari NU, keagaman dari NU, Islam nusantaranya, sehingga nanti biar teman-teman NU yang menjawab," sambungnya.
Baca Juga: Hasto Sebut Eks Wakapolri Gatot Eddy Gabung TPN Ganjar, Jadi Wakil Ketua
Menurutnya, pihaknya lebih memilih meletakan PBNU dengan hormat. Bukan justru dimanfaatkan dengan kepentingan elektoral.
"Kalau kami dari kami PBNU itu kita tempatkan sebagai bagian dari pemersatu bangsa dengan tradisi Islam yang luar biasa, dengan resolusi jihatnya, itu yang harus kita hormati dari PBNU, bukan digunakan demi kepentingan elektoral," tuturnya.
Koalisi "PBNU"
Sebelumnya, warga Nahdlatul Ulama (NU) dibuat murka dengan usulan yang disampaikan Ketua DPP PKB Lukmanul Khakim. Pasalnya, partai politik pengusung Anies Baswedan dan Cak Imin diusulkan berubah nama dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan menjadi Koalisi PBNU.
Nama Koalisi PBNU sendiri mengacu pada singkatan dari Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.
Baca Juga: Pengamat: Keluarnya PKB dari Koalisi Gerindra Tak Gerus Dukungan Kalangan NU ke Prabowo
Ketua Umum Jamaah Yasinan Nusantara (Jayanus) yang juga Kader NU, Idham Cholid mengatakan bahwa publik memahami penggunaan akronim PBNU itu hanya untuk kepentingan elektoral untuk meyakinkan warga Nahdliyin.
"Mereka selalu bawa nama dan simbol NU. Ini juga menjadi bukti bahwa mereka masih selalu under estimate, menganggap warga NU bodoh, hanya bisa ditipu dengan cara berpolitik seperti itu," ujarnya sebagaimana dilansir dari Times Indonesia-jaringan Suara.com.
Ia menyatakan, seharusnya partai politik serta politisi melakukan ikhtiar agar nilai-nilai yang terkandung dalam pilar kebangsaan bisa diaktualisasikan secara nyata, bukan hanya menjadikannya simbol.
"Menjadi gerakan politik yang lebih berbudaya, memberdayakan rakyat, dan mengokohkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Bukan sebaliknya, sekadar gerakan simbolik belaka," jelasnya.
Masih menurutnya, penggunaan nama tersebut untuk kepentingan politik praktis merupakan bentuk monopoli yang tidak mencerdaskan, bahkan hanya mengeksploitasi simbol-simbol untuk mengelabui masyarakat.
Tak hanya itu, Idham juga mengungkapkan, bahwa akronim PBNU populer di kalangan kiai-kiai NU untuk mensosialisasikan empat pilar kebangsaan tersebut. Selain itu juga sebagai bentuk kreativitas untuk lebih memudahkan pilar kebangsaan yang benar-benar dijiwai dan dihayati menjadi laku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebelumnya kepada wartawan, Lukmanul Hakim mengaku mengusulkan nama koalisi bakal capres-cawapres Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bernama koalisi PBNU dalam menyongsong gelaran Pilpres 2024.
Akronim PBNU tersebut yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.
"Saya mengusulkan nama koalisi Nasdem-PKB: Koalisi PBNU. Koalisi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945," kata Lukmanul kepada wartawan, Kamis (7/9).