Sebuah bangunan megah bernama Hotel Sultan yang berdiri di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat kini resmi menjadi milik negara melalui Kemensetneg setelah perjalanan panjang.
Hotel yang sudah berdiri sejak era Orde Baru tersebut sebelumnya dimiliki oleh PT Indobuildco dengan sosok pengusaha ternama sebagai pemiliknya. Namun, keberadaan Hotel Sultan yang berdiri di atas lahan sengketa, menjadikan sebuah polemik besar yang senantiasa diperjuangkan sampai akhirnya mencapai keberhasilan.
Sebagai informasi, bangunan hotel tersebut berdiri di tanah GBK Senayan yang tidak lain berstatus milik negara, oleh karenanya melalui Kemensetneg proses perpindahan kepemilikan ini diusut secara tuntas.
Saat ini, kawasan Hotel Sultan secara resmi menjadi milik negara seperti yang sudah diungkapkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto.
Baca Juga: Kelola Hotel Sultan GBK di Atas Tanah Negara, Siapa Pontjo Sutowo
Kontroversi Bangunan Hotel Sultan
Sejak awal didirikan pada 1970-an, bangunan tersebut memang sudah banyak menimbulkan kontroversi karena status lahan sengketa yang menjadi dasar polemik tersebut terus mencuat.
Hal tersebut tentu saja bukan tanpa alasan, bangunan hotel menuai sengketa kepemilikan antara negara dengan pihak PT Indobuildco yang dipimpin oleh Pontjo Sutowo.
Adapun sengketa kepemilikan berawal karena tanah pendirian hotel tersebut adalah bagian dari kawasan blok 15 GBK yang tak lain adalah milik negara.
Tak hanya itu, bangunan hotel juga pernah mendapatkan berbagai protes bahkan penolakan dari masyarakat Betawi karena dianggap berada di atas tanah milik warga Betawi asli.
Baca Juga: Lahan Hotel Sultan Kembali ke Negara, PSI: Sudahi Polemik, Saatnya Tata Ulang Senayan
Sebelum dinamakan Hotel Sultan, kawasan elit yang berada di Jalan Gatot Subroto, Gelora, Kecamatan Hilton masih memegang kontrak kerja dengan Hilton International.
Pada 2002 lalu, aset milik pengusaha ternama tersebut juga sempat tersandung kasus penyalahgunaan perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) atau tidak memiliki izin dari pengelola GBK.
Selain itu, kasus adanya dugaan korupsi pengelolaan GBK Senayan juga turut mewarnai perjalanan liku hotel di tahun 2005 silam. Diketahui, kontroversi pihak PT Indobuildco juga tidak membayarkan royalti selama 16 tahun lamanya kepada negara.
Profil Pengelola dan Pemilik Awal Hotel Sultan
Pontjo Sutowo diketahui merupakan seseorang dibalik adanya Hotel Sultan yang saat ini resmi diambil alih kepemilikannya melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Pengusaha tersebut mewarisi aset berharga dari sang ayah yakni Ibnu Sutowo, seseorang yang paling berpengaruh dan terkenal di masa Orde Baru.
Mulanya, Hotel Sultan merupakan usaha turun temurun dari ayahnya, yakni tokoh militer zaman Orde Baru yang kemudian diwariskan kepada anak-anaknya. Ada beberapa hotel mewah yang dikelola oleh anak-anaknya seperti Bali Hilton, Lagoon Tower Hilton, dan Hotel Hilton yang kini dikenal sebagai Hotel Sultan.
Salah satu putra dari Ibnu Sutowo, yakni Pontjo Sutowo ini lah yang mendapatkan amanah untuk mengurus dan memiliki Hotel Sultan tersebut.
Oleh karenanya, Pontjo menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT Indobuildco yang tidak lain mengelola hotel tersebut.
Sejarah Pembangunan Hotel Sultan Hhingga Dikuasai Swasta
Hotel Sultan selama ini dikuasai oleh keluarga Sutowo. Ternyata, pembangunannya menggunakan uang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Mulanya, Hotel Sultan ini dibangun dengan maksud untuk menjamu para tamu konferensi pariwisata se-Asia Pasifik di tahun 1971 silam yang rencananya dihadiri oleh 3.000 orang.
Pada saat itu, Indonesia mendapatkan mandat sebagai tuan rumah tetapi tidak mempunyai banyak hotel berskala internasional untuk bisa menampung para tamu.
Oleh karena itu, Gubernur DKI Jakarta yang saat itu menjabat yakni Ali Sadikin mengajukan surat kepada Pertamina untuk membangun hotel guna menjamu para tamu. Pada saat itu, Direktur Utama Pertamina dijabat oleh Ibnu Sutowo.
Ali mengajukan pembangunan hotel kepada Pertamina karena perusahaan negara tersebut sedang berada di masa kejayaan. Terlebih pihak swasta memang tidak diperkenankan untuk membangun hotel di lahan milik negara.
Permintaan dari Ali pun disetujui oleh Ibnu dan di tahun 1973, pembangunan hotel tersebut dimulai di bawah bendera PT Indobuildco.
Dalam keterangan Ali Sadikin, mulanya ia percaya bahwa PT Indobuildco adalah milik Pertamina. Namun, pada saat hotel tersebut didirikan di tahun 1976, ia merasa ditipu oleh Sutowo karena ternyata PT Indobuildco bukan milik BUMN.
Berdasarkan pada buku Kiprah keluarga Ibnu Sutowo, hotel tersebut mempunyai 1.104 kamar, sembilan ruang banquet dan satu ballroom, fasilitas olahraga dan rekreasi, serta berbagai fasilitas hotel lima lainnya.
Hotel tersebut pun kemudian bekerja sama dengan jaringan hotel internasional, Hilton Hotels Corporation yang menjadikan hotel di Senayan tersebut mulanya diberi nama Hotel Hilton.
Sejak saat itulah, kontroversi hotel yang saat ini bernama Hotel Sultan tersebut berawal. Pemerintah memperbolehkan pihak swasta untuk membangun serta mengelola bangunan di lahan negara. Bahkan, PT Indobuildco diberi HGB selama 30 tahun lamanya.
PT Indobuildco sendiri merupakan milik keluarga Ibnu Sutowo, tepat nya dikelola langsung oleh sang putra yakni Pontjo Sutowo. Dimana artinya hotel tersebut bukanlah menjadi milik negara, melainkan dikendalikan oleh keluarga Sutowo.
Setelah berbagai kontroversi berlangsung selama puluhan tahun lamanya, kini pemerintah berhasil memenangkan hak kelola Hotel Sultan tersebut.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa