Suara.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid merasa tidak terima dengan penjelasan kepolisian yang sebelumnya menyebut gas air mata tertiup angin sehingga memasuki pekarangan sekolah saat terjadi bentrok dengan warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
"Sulit untuk membenarkan bahwa gas air mata memasuki area sekolah karena tertiup angin," ujar Usman kepada wartawan, Jumat (8/9/2023).
Usman menilai penggunaan gas air mata untuk membubarkan aksi penolakan yang digelar warga itu berlebihan. Sebaliknya, gas air mata justru dinilai sangat membahayakan.
Dalam hal ini, Amnesty International Indonesia mengecam aksi kekerasan oleh aparat kepolisian yang membubarkan demonstrasi menggunakan cara-cara kekerasan.
Baca Juga: Usai Viral 'Polisi Goblok', Kini Gantian Kapolsek Setiabudi Dimaki di Jalur KTT ASEAN
Dia menilai adanya penolakan warga Pulau Rempang atas Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City justru menandakan proyek tersebut bermasalah.
"Ini menandakan proyek strategis nasional kembali bermasalah. Jangan paksa masyarakat," kata Usman.
Selain itu, Usman berpandangan penggunaan kekerasan itu juga telah melanggar hak asasi manusia (HAM) khususnya warga Pulau Rempang.
"Tindakan ini melanggar hak warga untuk menyampaikan pendapat dengan damai, hak mereka untuk hidup tanpa takut dan hak atas kesejahteraan sosial mereka," jelas dia.
Lebih lanjut, Usman mendesak Kapolri untuk membebaskan sejumlah warga yang sebelumnya ditangkap pasca bentrokan.
Baca Juga: Maling Motor Tertangkap Saat Beraksi Di Taman Sari Jakbar, Ternyata Buronan Polresta Lampung
"Kami juga mendesak otoritas negara untuk mengedepankan konsultasi yang bermakna dengan warga setempat. Harus ada solusi yang adil dan berkelanjutan," tutupnya.
Klaim Polisi
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Kepulauan Riau Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengungkapkan kalau pihaknya melontarkan gas air mata ke arah massa sesuai dengan aturan.
Polisi melontarkan gas air mata karena massa diklaimnya melemparkan batu ke arah aparat.
Lalu, karena bangunan sekolah berada di dekat kawasan bentrok digunakan oleh pelajar untuk berkumpul, Zahwani mengklaim polisi tak mengarahkan gas air mata ke arah sana.
"Sekolah berbatasan dengan tempat mereka berkumpul. Nggak mungkin gas air mata diarahkan ke sekolah," ucapnya.
"Gas (air mata) dialihkan ke kerumunan tapi tertiup angin."