Suara.com - Pemanggilan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar terkait adanya kasus dugaan korupsi sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) pada tahun 2012 silam mendapat reaksi negatif.
Dari pengamat hingga politisi menilai langkah KPK tersebut menjadikan penegakan hukum sebagai alat politik pihak tertentu. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menilai cara yang dilakukan untuk menjegal Cak Imin adalah cara primitif.
"Jadi, nggak bisa demokrasi hari ini, kekuasaan menggunakan cara-cara yang primitif menggunakan alat hukum untuk menjegal sana sini," kata Masinton di Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2023).
Ia mengemukakan, kasus tersebut terjadi belasan tahun silam. Dengan dibukanya kembali kasus tersebut pada saat ini, tentunya menunjukan pengusutan yang tidak tuntas.
"Kalau ada kasus hukum ya jangan 11-12 tahun lalu, ini kan tidak kelar. Kalau mau kita lihat, itu kan kasus pengadaan barang, bukan korupsi yang tersktruktur tersistematis sehingga butuh investigasi puluhan tahun," tambah dia.
Dia menegaskan sikapnya yang menentang penegakkan hukum sebagai alat hukum bukan untuk mendukung pihak tertentu.
"Ini bukan mendukung siapa-siapa, tapi yang pasti harus ada kepastian hukum agar kita menjadi bagus yang beradab, bullshit kita ngomong Indonesia emas tapi demokrasinya primitif," katanya.
KPK Lakukan Manuver Politik
Sementara itu, Politisi Partai Golkar Muhammad Suryawijaya menyatakan dengan diungkitnya kasus yang terjadi sejak lama tersebut, menunjukan bahwa lembaga yang dipimpin Firli Bahuri itu tengah melakukan manuver politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Menurutnya, KPK harusnya lebih memperbaiki diri di tengah persepsi publik yang terus menurun, bukan ikut 'cawe-cawe' dalam keriuhan politik hari ini.
"Dan saya menilai ini murni manuver politik dari Gedung Merah Putih," katanya.
Tak hanya itu, ia menilai lembaga antikorupsi tersebut seperti mencari panggung sendiri di tengah tahapan Pemilu yang sedang berjalan.
"KPK seperti cari-cari perhatian (caper), bikin panggung sendiri di tengah tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan," ujarnya.
Bahkan, ia menegaskan, bila mengatasnamakan pemberantasan korupsi sebaiknya KPK memanggil semua capres dan cawapres.
"Dan kalau dibiarkan bisa saja atas nama pemberantasan korupsi memanggil semua Capres atau Cawapres lainnya. Sebaiknya KPK turut menjaga jalannya demokrasi dengan baik, karena semakin sehat kehidupan politik tentunya akan berdampak baik pada program pemberantasan korupsi."
Politisasi Hukum
Sementara itu, Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, pemanggilan KPK terhadap Cak Imin bisa dianggap publik sebagai politisasi hukum.
Sebab, memunculkan persepsi penggunaan perangkat hukum sebagai alat untuk menjegal lawan politik.
Walau KPK bersikeras bahwa pemanggilan Cak Imin murni tindakan hukum biasa dan tidak ada unsur politik di dalamnya. Namun, logika sederhana yang berkembang dari banyak pihak mengungkapkan sejumlah pertanyaan yang memerlukan jawaban.
"Jika memang ada alasan yang kuat untuk memprosesnya sekarang, mengapa tidak dilakukan lebih awal? Saya rasa wajar masyarakat mencium ada aroma amis dalam agenda penegakan hukum kita," kata Pangi kepada wartawan, Kamis (7/9/2023).
Ia mengatakan, pemanggilan Cak Imin oleh KPK, meskipun sebagai saksi, di tengah-tengah deklarasi maju dalam Pilpres 2024, akan dianggap oleh banyak pihak sebagai politisasi hukum.
"Penggunaan perangkat hukum sebagai alat untuk menjegal lawan politik. Persepsi ini tidak dapat diabaikan, karena dapat membahayakan integritas penegakan hukum dalam negara Pancasila," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, Cak Imin dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Kamis (7/9/2023).
Bakal calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan tersebut dijadikan saksi dalam dugaan korupsi pengadaan sistem perlindungan TKI di Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2012.
"Tim Penyidik telah melakukan komunikasi untuk penjadwalan ulang pemeriksaan terhadap Muhaimin Iskandar sebagai Saksi dalam perkara dugaan TPK di Kemenaker. Pemeriksaan sebagai saksi akan dilakukan pada Kamis 7 September," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (6/8/2023) lalu.
Sementara Cak Imin, memastikan akan datang pada hari ini memenuhi panggilan penyidik KPK.
"Besok (Kamis, 7 September 2023) pasti datang. Karena memang ini proses biasa yang ada sebagai saksi. Saya diminta untuk datang," kata Cak Imin.
Sebagaimana diketahui dugaan korupsi tersebut terjadi pada 2012, ketika Cak Imin menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi periode 2009-2014.
"Kalau untuk mencari siapa menterinya, tinggal di-search di google, tahun 2012 siapa yang menjabat sebagai menteri, silakan. Itu mungkin yang bisa kami sampaikan," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.