Suara.com - Mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa Persero, Muhammad Kuncoro Wibowo selesai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tujuh jam pada hari ini, Kamis (7/9/2023).
Dia diperiksa sebagai tersangka perkara korupsi berupa kerugian negara penyaluran bantuan sosial (bansos) beras bagi keluarga penerima manfaat (KPM) dan program keluarga harapan (PKH) Kementerian Sosial (Kemensos) Tahun 2020.
Dia awalnya datang sekitar pukul 09.08 WIB dan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta sekitar pukul 16.06 WIB.
Usai menjalani pemeriksaan, Kuncoro mengaku tidak menerima uang sepersen dalam perkara korupsi yang diduga rugikan keuangan negara Rp127,5 miliar.
Baca Juga: Usai Diperiksa KPK Cak Imin Ungkap Daftar Tersangka Korupsi di Kemnaker
"Demi Allah, enggak ada-lah saya, sepersen pun enggak ada," ujarnya kepada wartawan.
Ketika ditanya lebih jauh soal materi pemeriksaannya, Kuncoro enggan menjelaskannya.
"Ke penyidik saja, tanyanya," kata Kuncoro singkat.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK membenarkan Kuncoro dipanggil penyidik KPK. Dia dipanggil bersama dua tersangka, mantan Direktur Komersial PT Bhanda Ghara Reksa Budi Susanto, dan mantan Vice Presiden Operasional PT Bhanda Ghara Reksa April Churniawan.
"Hari ini (7/9) pemanggilan tersangka tindak pidana korupsi pekerjaan penyaluran bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020 di Kementerian Sosial," kata Ali.
Baca Juga: 5 Jam Diperiksa Penyidik Perkara Korupsi di Kemnaker, Cak Imin: Hari Ini Saya Bantu KPK
Dalam perkara ini, total ada enam tersangka, namun baru tiga orang yang ditahan.
Mereka yang ditahan adalah Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus tim penasihat PT Primalayan Teknologi Persada, Ivo Wongkaren, Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdani, dan General Manager PT Primalayan Teknologi Persada sekaligus Direktur PT Envio Global Persada, Richard Cahyanto.
Perkara korupsi ini merupakan pengadaan bansos bagi masyarakat yang terdampak covid-19. KPK menduga ada pengadaan fiktif atau tidak disalurkan. Akibatnya merugikan keuangan negara Rp127,5 miliar.